TEMPO.CO, Yogyakarta - Bagian bawah flyover Jombor, Yogyakarta, dilarang untuk kegiatan komersial, termasuk kuliner. Kolong jembatan itu rencananya difungsikan sebagai ruang terbuka hijau. "Yogyakarta, kan, kekurangan public space. Jadi nanti konsepnya hijau. Kami tidak izinkan kegiatan komersial dan kuliner di sana," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Permukiman, dan Energi Sumber Daya Mineral DIY Rani Sjamsinarsi saat ditemui di kantornya, Kamis, 7 Agustus 2014.
Kebijakan tersebut diambil setelah berkaca pada kondisi underpass dari jembatan layang di Janti, Kabupaten Bantul. Bagian bawah jembatan layang dipergunakan untuk aktivitas kuliner. Bahkan badan jembatan dipenuhi dengan iklan-iklan komersial, seperti iklan provider telekomunikasi. "Kalau kontraknya (provider) habis, saya akan minta Jembatan Janti diambil alih Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional," kata Rani.
Berdasarkan lanskap underpass Jombor yang diperlihatkan Rani, tampak bagian bawah jembatan layang Jombor dipenuhi dengan tanaman hijau. Kemudian bagian dinding jembatan juga ditutup tanaman hijau yang merambat. "Itu untuk mengantisipasi aksi vandalisme," kata Rani.
Bagian underpass juga akan dipajang kain-kain dengan aneka motif batik. Kain-kain batik tersebut ditutup dengan kaca dan ada lampu sorot yang mengarah pada pajangan kain batik. Rencananya, satu pekan atau satu bulan sekali, pajangan kain-kain batik itu akan diganti dengan kain motif batik lainnya. Sedangkan bagian dinding jembatan yang menghadap ke utara (ke arah Magelang) akan diberi tulisan "Sugeng Rawuh" dengan aksara Jawa. "Desember direncanakan selesai, baik konstruksinya maupun beautifikasinya," kata Rani.
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional V DIY Agung Sutarjo dalam wawancara pada 4 Agustus lalu mengatakan hingga saat ini pembebasan 19 kaveling lahan milik warga di sisi timur barat jembatan layang Jombor (Jalan Magelang) masih alot. Belum ada titik temu antara warga dan pemerintah. "Kami berharap permintaan masyarakat jangan terlalu tinggi dari appraisal. Kami usahakan nilainya mendekati keinginan warga," kata Agung.
Warga meminta harga tanah Rp 16 juta per meter. Sedangkan berdasarkan hasil pertemuan warga dan pemerintah, dengan Ombudsman RI Perwakilan DIY sebagai mediator, warga diminta menerima harga tanah Rp 4,5 juta per meter sebagaimana hasil tim appraisal independen.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik terhangat:
Arus Mudik 2014 | MH17 | Pemilu 2014 | Ramadan 2014 | Ancaman ISIS
Berita terpopuler lainnya:
Ini Rapor Kepala Dinas Pendidikan DKI Lasro Marbun
Migrant Care Laporkan Enam Anggota DPR Pemilik PJTKI
Kisah Pocong di Foto Syahrini Saat Umrah