TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Jenderal Purnawirawan Wiranto memenuhi panggilan Badan Pengawas Pemilu, Selasa, 24 Juni 2014. Wiranto tiba di gedung Bawaslu sekitar pukul 13.00 WIB ditemani beberapa pengurus Partai Hanura, seperti pengacara Gusti Randa dan Ketua Fraksi DPP Hanura Syarifuddin Sudding.
Tiba di Bawaslu, Wiranto yang mengenakan batik lengan panjang berwarna cokelat dan celana hitam langsung menuju ruang tunggu di lantai 2. Ia tidak berkomentar banyak setibanya di kantor Bawaslu. Dia hanya mengatakan akan menjelaskannya seusai pemeriksaan. "Nanti, ya," kata Wiranto.
Wiranto datang ke Bawaslu terkait dengan laporan Habiburokhman, anggota tim advokasi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pekan lalu. Kubu Prabowo melaporkan Wiranto sebagai respons atas pernyataan Wiranto dalam konferensi pers pada Kamis lalu, 19 Juni. Mereka menilai pernyataan bekas Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia itu sebagai upaya kampanye negatif. (Baca: Tepis Tudingan Wiranto, Kubu Prabowo Buka Dokumen)
Dalam keterangan pers tersebut, Jenderal Wiranto mengatakan bahwa aksi penculikan yang dilakukan segelintir anggota pasukan Komando Pasukan Khusus pada Desember 1997-Maret 1998 dilakukan atas inisiatif para pelaku. (Baca: Wiranto Penculikan Aktivis Inisiatif Prabowo)
Pimpinan militer selaku atasan, kata Wiranto, tak pernah memerintahkan kebijakan ekstrem untuk mengamankan negara. Saat itu Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus adalah Letnan Jenderal Prabowo Subianto. "Aksi penculikan adalah inisiatif atas analisis keadaan yang terjadi waktu itu," ujar Wiranto saat memberikan keterangan pers di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Juni 2014. (Baca: Wiranto Bongkar Rahasia Pemecatan, Nasib Prabowo?)
Wiranto memastikan Panglima ABRI tak pernah menginstruksikan penculikan aktivis. Menurut dia, dua panglima yang bertugas saat itu, Wiranto lalu digantikan Jenderal Feisal Tanjung, tak pernah memerintahkan langkah represif dalam mengamankan negara, termasuk penculikan. "ABRI harus komunikatif, persuasif, bukan menggunakan cara kekerasan," kata Wiranto.
TIKA PRIMANDARI
Terpopuler:
Akil Mochtar Minta Kewarganegaraan Dicabut
Rapor APBD DKI Merah, Ahok Bela Jokowi
Jokowi Presiden, Risma Tak Mau Jadi Wakil Ahok
Bank Dunia: RI Terancam Ledakan Pengangguran
Diduga Menipu, Bos Cipaganti Ditahan Polisi