TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Fuad Basya mengatakan instansinya tidak akan membela Mayor Jenderal (purnawirawan) Kivlan Zen yang akan dijemput paksa oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Upaya jemput ini dilakukan setelah Kivlan mangkir dua kali terhadap panggilan Komnas HAM untuk kasus penculikan orang hilang dan para aktivis pada 1997-1998.
"TNI tak akan mengurusi pemanggilan purnawirawan oleh pengadilan, KPK, atau Komnas HAM," kata Fuad saat dihubungi Rabu, 18 Juni 2014.
TNI, menurut Fuad, juga tidak memberikan pengawalan kepada purnawirawan jenderal dan tidak menyediakan ajudan untuk mereka. "Meski dia bintang lima pun, TNI tak akan sibuk mengurus pengawalan mereka," ujar dia.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mengatakan pemanggilan paksa terhadap Kivlan dilakukan setelah permohonan soal ini dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini kerap dikait-kaitkan dengan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI, Prabowo Subianto, kini calon presiden.
"Kami sudah melayangkan surat permohonan ke PN Pusat pekan lalu. Belum ada jawaban," kata Natalius. Bila PN Pusat menolak membantu pemanggilan paksa, dia akan menyampaikan hal tersebut ke keluarga korban penculikan tragedi 1998.
Sebelumnya, Kivlan yang merupakan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat ini menolak menyampaikan fakta penculikan aktivis pada 1998 kepada Komnas HAM. Kivlan juga mengaku tahu di mana letak pusara para aktivis tersebut.
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Berita Terpopuler:
Olga Dikabarkan Mengidap Kanker Stadium 4
Cak Lontong: Saya Tidak Merasa Lucu
Elektabilitas Jokowi Turun di DKI, Ini Kata Ahok
KPK Segel Ruangan Menteri PDT Sejak Senin Malam
Kantornya Disegel, Menteri PKB Dibidik KPK?