TEMPO.CO, Jakarta: Kerugian negara akibat buruknya pengelolaan hutan mencapai Rp 19 triliun. Jumlah ini tidak sebanding dengan pendapatan negara dari pemanfaatan kawasan hutan yang diklaim Kementerian Kehutanan mencapai Rp 1,25 triliun.
Hal itu diungkapkan Manager Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mukri Friatna, di Jakarta, Jumat, 16 Mei 2014.
Menurut Mukri, ada empat faktor mendasar yang membuat kerugian negara demikian besar dari pengelolaan hutan. Pertama, kasus illegal logging yang kian marak merambah hutan Indonesia. Kedua, kesalahan pemerintah menetapkan pengelolaan hutan sebagai penerimaan negara bukan pajak. Ketiga, beroperasinya perusahaan tambang di dalam kawasan hutan. Keempat, izin Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tidak tertib.
Mukri menggarisbawahi bahwa masalah pengelolaan hutan melalui mekanisme penerimaan negara bukan pajak yang sangat kontroversial. "Selama ini sistem yang dikenakan kepada perusahaan ialah pembayaran royalti sehingga sifatnya tidak bisa memaksa bila mereka tidak tertib membayar," kata Mukri.
Ia juga melihat akibat ketidaktegasan pemerintah merancang aturan dalam hal penerimaan negara dari pengelolaan hutan, sekitar 700 perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan di Kalimantan, tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Tidak memiliki NPWP kan artinya mereka tidak membayar pajak dari kegiatan pemanfaatan hutan, dan itu semua perusahaan tambang," ujarnya. (Baca juga: Dalam Satu Tahun 2 Juta Hektare Hutan Dibabat)
Ia ungkapkan kebocoran penerimaan negara dari sektor kehutanan ini paling banyak terjadi di daerah yang luasan hutannya masih sangat besar. "Kalimantan, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh paling tinggi kebocorannya," kata Mukri. Ia berharap pemerintah segera merevisi sistem penerimaan negara dari pemanfaatan hutan dari non-pajak menjadi wajib pajak.
"Kalau sistemnya wajib pajak, negara bisa memaksa. Perusahaan yang tidak membayar bisa dipidanakan dan izin eksplorasinya dicabut," kata Mukri.
RAYMUNDUS RIKANG R.W.