TEMPO.CO, Yogyakarta - Dalam empat hari terakhir, Gunung Merapi mengeluarkan suara dentuman dan gemuruh. Suara itu terdengar hingga radius delapan kilometer dari puncak gunung. Aktivitas gas vulkanis menimbulkan erupsi skala satu dan melontarkan batu pijar hingga jarak dua kilometer dari puncak Merapi.
Mengapa gunung aktif yang statusnya sudah naik dari normal menjadi waspada itu bergemuruh? Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta membenarkan info bahwa suara dentuman terdengar 29 kali di permukaan dari semalam hingga siang ini. "Ini menimbukan kepanikan masyarakat," kata Subandriyo, Kepala BPPTKG Yogyakarta, Rabu, 30 April 2014.
Baca Juga:
Suara dentuman dan gemuruh itu, kata dia, disebabkan oleh turbulensi gas vulkanis. Pipa kepundan gunung api itu tidak lurus seperti cerobong pabrik, tetapi berbelok-belok tidak keruan.
Pada saat gas vulkanis naik, batu-batu di dalam kepundannya seperti terapung. Batu-batu itu naik-turun jika belum menjebol sumbatnya seiring dengan tekanan gas vulkanik. "Batu-batu di situ seperti terapung, membentur sana-sini. Itu menimbulkan suara gemuruh," katanya.
Subandriyo menambahkan, jika kepundan gunung Merapi itu adalah ruang kosong setinggi lebih dari tiga kilometer, suaranya bisa terdengar hingga radius delapan kilometer dari puncak gunung. Kalau turbulensi gas vulkanis terjadi di puncak saja, suaranya tidak begitu besar. "Ini yang membuat panik warga," katanya.
Saat ini erupsi Merapi yang sering terjadi masih masuk fase letusan satu. Skala ini masih jauh dari kondisi erupsi 2010 yang masuk kategori fase empat. Erupsi Merapi pasca-2010 masih berskala kecil, yaitu hanya ribuan meter kubik. Ukuran kolom letusan hanya dua-tiga kilometer. Jika acuan yang digunakan adalah acuan erupsi magmatis, kondisi ini masih normal.
BPPTKG Yogyakarta menyatakan, lantaran saat ini Merapi tak punya kubah lava, acuan yang dipakai berbeda. Itu sebabnya mereka menyatakan terjadi letusan minor.
Setelah erupsi magmatis pada 2010, sudah tercatat 10 kali erupsi minor. Belakangan ini semakin sering terjadi aktivitas kegempaan yang berakibat timbulnya letusan minor. Namun kegempaan itu masih dalam frekuensi rendah karena aliran fluida gas vulkanis mendorong tekanan di dalam perut gunung.
Dalam kurun 20-29 April 2014, tercatat 29 kali gempa low-frequency (frekuensi rendah). Aktivitas asap sulfatara masih normal. Namun karena kriteria letusan minor telah terlampaui, BPPTKG Yogyakarta menaikkan status Merapi menjadi waspada.
Menurut Subandriyo, peningkatan status ini merupakan bentuk peringatan dini terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mengambil langkah antisipasi, meski belum tentu akan ada erupsi magmatis. "Belum ada gempa frekuensi tinggi, itu berarti belum ada indikasi pergerakan magma ke atas. Material yang terlontar masih material lama," katanya.
MUH SYAIFULLAH
Terpopuler:
Bantai Munchen 4-0, Madrid Lolos ke Final
Ahok Tak Percaya Survei Kemiskinan BPS
Tak Terima Ditegur, Pedagang Tusuk Juru Parkir