TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Hafid Abbas mengatakan setiap warga negara Indonesia berhak melakukan apa pun untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya. Namun, upaya tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku. "Jangan sampai mengganggu hak orang lain," ujar Hafid ketika dihubungi Ahad, 20 April 2014.
Pernyataan Hafid ini menanggapi deklarasi Aliansi Nasional Anti-Syiah di Bandung, Jawa Barat, Ahad. (Baca: Ulama Gelar Deklarasi Anti-Syiah di Bandung) Dalam deklarasi tersebut, Aliansi mengeluarkan empat poin. Pertama, menjadikan Aliansi tersebut sebagai wadah dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Kedua, memaksimalkan upaya preventif, antisipatif, dan pro-aktif membela dan melindungi umat dari berbagai upaya penyesatan akidah dan syariah yang dilakukan kelompok Syiah di Indonesia.
Poin ketiga, menjalin ukhuwah Islamiyah dengan berbagai organisasi dan gerakan dakwah di Indonesia untuk mewaspadai, menghambat, dan mencegah pengembangan ajaran Syiah. Keempat, mendesak pemerintah agar segera melarang penyebaran paham dan ajaran Syiah, serta mencabut izin seluruh organisasi, yayasan, dan lembaga yang terkait dengan ajaran syiah di seluruh Indonesia.
Menurut Hafid, seharusnya terkait pelarangan dan pencabutan izin diserahkan kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum. "Kalau memang tidak sesuai hukum, bukan mereka yang harus membubarkan. Mereka tidak berhak melarang ajaran Syiah atau membubarkan organisasi Syiah," kata dia.
Hafid mengacu pada Pasal 28C Undang-Undang Dasar 1945 terkait hak asasi dan anti-diskriminasi. "Belum ada undang-undang yang membatalkan atau melarang keberadaan Syiah, jadi seharusnya mereka tidak mengganggu hak orang lain," kata Hafid. Pasal 28C Ayat (2) menyebutkan "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya."
Sebelumnya, sejumlah ulama mendeklarasikan Aliansi Nasional Anti-Syiah di Bandung, Jawa Barat, Ahad, 20 April 2014. Deklarasi di markas Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) di Jalan Cijagra itu dihadiri lebih dari 500 orang. (Baca: 4 Poin Deklarasi Anti-Syiah di Bandung)
Deklarasi itu diawali orasi sederet ulama di dalam Masjid Al-Fajr milik Ketua FUUI Athian Ali M. Dai. Orasinya bertema tentang bahaya dan ancaman Syiah, rencana aksi, hingga mengarah ke calon presiden tertentu.
Pengurus MUI Pusat Ketua Bidang Hukum dan Perundangan Mohammad Ma'ruf Baharun dalam orasinya mengatakan Aliansi Anti-Syiah ini perlu didukung dan berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai dari tingkat pusat hingga kecamatan. Menurut Baharun, Syiah mengancam akidah dan negara. Ia mengusulkan aliansi anti-Syiah merancang strategi untuk melawan ajaran Syiah. Di antaranya pemakaian nama para sahabat Nabi Muhammad SAW secara massif bagi para bayi dan asrama santri.
Baharun juga mengatakan di semua partai politik kini ada orang Syiah yang bertujuan meraih kekuasaan. Dari informasi yang dihimpun Tempo dari intel tentara dan peserta deklarasi, acara ini digelar terkait lolosnya calon anggota DPR dari PDI Perjuangan, Jalaluddin Rakhmat, tokoh Syiah Indonesia, ke gedung DPR. Kalau Joko Widodo dari PDIP Perjuangan terpilih jadi presiden, Jalal diprediksi akan jadi Menteri Agama. Para penentang Syiah itu khawatir nantinya mereka bisa disebut penganut aliran sesat. (Baca juga: Kisah Kang Jalal Soal Syiah Indonesia (Bagian 1)
TIKA PRIMANDARI | ANWAR SISWADI
Topik terhangat:
Pelecehan Siswa JIS | Kisruh PPP | Jokowi | Prabowo | Pemilu 2014
Berita terpopuler:
6 Cerita Mengejutkan di Balik Konflik PPP
JIS Buat Surat Edaran, Begini Isinya
Suryadharma Ali Dilengserkan dari Ketua Umum PPP