TEMPO.CO , Jakarta: Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai diyat bukan termasuk tanggung jawab pemerintah dalam konteks perlindungan warga negaranya. Diyat merupakan uang yang harus dibayarkan oleh pelaku tindak pidana atau keluarganya
"Pemerintah seharusnya tak membayar diyat untuk menyelamatkan Satinah," kata Hikmahanto di Jakarta, 28 Maret 2014. Kewajiban pemerintah, kata Hikmahanto, dalam perlindungan hukum, yaitu pengawalan proses hukum, termasuk mencarikan pengacara setempat bila dibutuhkan, hingga pelaku menjalani masa hukuman. (Baca: Pesan Satinah: Tidak di Dunia, Ketemu di Akhirat).
Hikmahanto menganjurkan Pemerintah Indonesia menyampaikan kepada keluarga korban mengenai kondisi keluarga Satinah yang memang tidak mampu membayar jumlah diyat yang dinilai fantastis itu. "Uang diyat yang dibayarkan pemerintah akan menjadi preseden buruk," kata Hikmahanto. (Baca: Anak Satinah Gagal Bertemu SBY di Jakarta).
Menurut Hikmahanto, uang yang digunakan untuk membayar diyat seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan dan memberi kesejahteraan rakyat. "Bukan digunakan untuk membayar 'pemerasan' melalui lembaga diyat," kata Hikmahanto. (Baca pula: Satinah Mengaku Pasrah Jalani Hukuman Pancung).
Sebelumnya pemerintah pernah membayarkan uang diyat bagi Darsem, TKI yang juga divonis hukuman mati. Hikmahanto menilai tindakan pemerintah ini memicu keluarga korban mengkomersialkan diyat. "Dalam pandangan mereka, bila Pemerintah Indonesia yang membayarkan diyat, maka kemampuan pemerintah tidak ada batasan," kata Hikmahanto.
RIZKI PUSPITA SARI