TEMPO.CO, Denpasar - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memberi penghargaan kepada empat pemuda Bali, yaitu Wayan Tirtayasa, Wayan Sanyasa, Wayan Adi Jayanata, dan Kadek Mudana. Keempatnya dinilai sebagai pejuang lingkungan.
Pemberian penghargaan tersebut berkaitan dengan penangkapan dan penahanan empat orang aktivis Desa Sidakarya, Denpasar Selatan, itu oleh Kepolisian Daerah Bali. Mereka dituduh terlibat dalam kasus pemasangan spanduk bertuliskan "Penggal Kepala Mangku P.", yang dipasang di depan kantor Gubernur Bali di Renon, Denpasar, beberapa waktu lalu. "Keempat pemuda itu dikriminalisasi karena melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang rakus," kata Direktur Eksekutif Walhi Bali Suriadi Darmoko dalam acara penyerahan penghargaan yang berlangsung hingga tengah malam pada Kamis, 20 Maret 2014.
Baca Juga:
Darmoko mewakili Walhi Nasional, sedangkan penghargaan diberikan kepada keluarga empat pemuda yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut. Ratusan orang yang mengenakan kaus bergambar empat wajah pemuda itu hadir dalam acara yang dimeriahkan oleh pertunjukan kesenian itu.
Menurut Darmoko, berbagai upaya dilakukan Walhi untuk membebaskan empat pemuda itu. Di antaranya adalah pengurus Walhi di 28 provinsi secara serempak mengirim surat protes kepada Kepala Polri Jenderal Sutarman. Khusus Walhi Bali, juga mengirim surat kepada Kepala Polda Bali dan mendesak agar kriminalisasi terhadap empat pemuda itu dihentikan. "Pejuang lingkungan dilindungi oleh konstitusi," ujarnya.
Wayan Kadra, ayah salah seorang tersangka, Wayan Adi Jayanata, mengucapkan terima kasih atas penghargaan itu. “Anak kami tidak bersalah,” ujarnya yang disambut gemuruh tepuk tangan ratusan warga yang hadir dalam acara itu. Adapun Ketua Posko Pembebasan Empat Pejuang Sidakarya, Made Suardana, meyayangkan sikap Polda Bali. Sebab, empat pemuda itu tidak mengetahui siapa yang memasang spanduk tersebut. “Masih banyak kasus lain yang lebih penting untuk ditangani.”
Seperti diberitakan Tempo sebelumnya, spanduk itu membuat Gubernur Bali Made Mangku Pastika tak bisa menyembunyikan kemarahannya. Mantan Kepala Polda Bali menilai masalah itu sebagai persoalan yang serius. Pastika pun melaporkannya kepada Polda Bali. Bahkan, dengan tegas, dia mengatakan akan menangkap sendiri pemasang spanduk itu bila polisi tidak mampu melakukannya.
Berdasarkan pada informasi yang dihimpun Tempo, spanduk itu hanyalah salah satu bentuk ekspresi warga Bali yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Pastika sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1727/01-BH/2013 yang mengizinkan dilakukannya studi kelayakan berkaitan dengan reklamasi itu. (Baca: Soal Teluk Benoa, Gubernur Bali Dituding Rancu).
Aksi penentangan terhadap rencana reklamasi tersebut terus terjadi di Bali. Di antaranya adalah penolakan yang digelar oleh ratusan warga Denpasar, yang menamakan diri mereka Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (Jalak) Sidakarya, pada Minggu, 16 Februari 2014. Aksi yang didominasi anak muda itu juga disertai cap jempol darah.
Mereka menilai reklamasi Teluk Benoa akan membahayakan Desa Sidakarya dan kawasan lain di pesisir selatan Kota Denpasar, seperti Sanur, Pamogan, dan Sesetan. Saat ini letak kawasan itu hanya 2 meter di atas permukaan laut. Sedangkan reklamasi direncanakan setinggi 6 meter. Karena itu, mereka mendesak Pastika membatalkan rencana tersebut. (Baca: Walhi Tuding Gubernur Bali Salah Keluarkan Izin).
PUTU HERY INDRAWAN
Berita Terkait:
Walhi Tuding Gubernur Bali Salah Keluarkan Izin
Soal Teluk Benoa, Gubernur Bali Dituding Rancu
Gugatan Walhi terhadap Gubernur Bali Disidangkan