TEMPO.CO, Malang - Petani di Kota Malang membudidayakan cacing tanah (Lumbriculus sp.) untuk mengurai sampah organik. Budi daya cacing dilakukan secara terpadu oleh petani yang tersebar di 57 kelurahan. "Cacing tanah diolah menjadi bahan kosmetik dan farmasi," kata inisiator budi daya ini, Ahmad Adam, Jumat, 14 Maret 2014.
Budi daya cacing tanah ini melibatkan kelompok masyarakat yang giat mengolah sampah organik. Selain menguntungkan, budi daya cacing turut membantu pengolahan sampah organik. Petani pun nyaris tak membutuhkan modal karena media dan pakan berasal dari sampah organik.
Petani cukup membeli bibit cacing seharga Rp 50 ribu per kilogram. Perawatannya pun relatif mudah serta tak membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tinggi. Selama tiga bulan sejak bibit dilepas, petani bisa memanen cacing tanah seharga Rp 50 ribu per kilogram.
Perkembangan cacing cepat lantaran tidak memiliki jenis kelamin sehingga tak membutuhkan perkawinan. Kelompok petani yang membudidayakan cacing tergabung dalam Komunitas Pengusaha Organik Malang Raya (Komara). Secara periodik mereka menggelar pertemuan dan menampung seluruh hasil produksi cacing. "Pembelajaran ada di setiap kelurahan," katanya.
Cacing yang kaya protein ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, Wasto, berharap pembudidayaan cacing tanah bisa membantu pemerintah mengolah sampah organik. Setiap hari volume sampah di Malang mencapai 400 ton. "Sekitar 80 persen merupakan sampah organik," katanya.
Selama ini hanya 10 persen sampah organik yang diolah sebagai kompos. Akibatnya, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Supit Urang terus menyusut. Dari luas TPA 25 hektare, 75 persen telah penuh terisi sampah.
EKO WIDIANTO