TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menduga perumus Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berpotensi mempunyai kepentingan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Alasannya, beberapa dari perumus itu merupakan kuasa hukum koruptor.
"Beberapa tim penyusun itu punya potensi konflik kepentingan dalam proses pembahasan karena mereka berhadapan dengan KPK," kata Emerson, ketika dihubungi, Ahad, 9 Maret 2014. Dia mengatakan para kuasa hukum koruptor itu tak pernah menang melawan KPK sebab terbukti tidak ada vonis bebas. Dia mengatakan bukan tak mungkin para koruptor ikut menunggangi perumusan ini. (baca: Hari Ini, KPK Bahas RUU KUHAP di Kementerian Hukum)
Emerson mengatakan KPK memang mempunyai undang-undang khusus, tapi bakal sulit pelaksanaannya. Alasannya, setelah aturan ini resmi diundang-undangkan, UU Tipikor dan UU KPK hanya bisa bertahan tiga tahun, setelah itu tidak ada lagi. "Karena dikodifikasi ke sini ke RUU-RUU ini," kata Emerson.
Sengaja atau tidak, RUU KUHAP ini terkesan meniadakan KPK dan Pengadilan Khusus Tipikor. Ini dapat dilihat dari tidak adanya penyebutan lembaga lain selain Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. “Tanpa penyebutan secara khusus, jika disahkan, regulasi ini dapat menimbulkan polemik atau multitafsir,” kata Emerson. (baca: 10 Sentilan KPK Soal KUHAP yang Bikin SBY Panas)
Rancangan aturan ini, kata Emerson, juga hanya berfokus soal Kejaksaan dan pengadilan. “Tidak menyebutkan KPK dan Pengadilan Tipikor. Sengaja atau tidak, ada Peniadaan Pengadilan Tipikor dan KPK dalam KUHAP," ujar Emerson. RKUHAP juga tidak menyebutkan tentang apakah KPK bisa melakukan kasasi demi kepentingan umum. Pengadilan yang sifatnya khusus, ucapnya, tidak diatur di RKUHAP sehingga pengadilan tipikor masih berwenang atau tidak menjadi pertanyaan. (baca: Kisruh Revisi KUHAP, KPK: Setop Berbalas Pantun!)
SUNDARI
Terpopuler
Kecelakaan Pesawat Malaysia Airlines Mirip Adam Air
Ayah Ade Sara Ingin Hafitd dan Assyifa Dihukum
Kenapa Berpaspor Palsu Bisa Naik Malaysia Airlines?