TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap sengketa pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Chairun Nisa, mengungkit jasa-jasanya selama menjadi anggota DPR periode 1999-2004, 2004-2009, dan 2009-2014 saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Dia mengklaim persetujuan anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan jasanya. "Selama menjadi anggota DPR, saya terlibat dalam pembahasan beberapa undang-undang, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional," kata Chairun Nisa di Pengadilan Tipikor, Kamis, 6 Maret 2014.
Menurut politikus Partai Golkar itu, kemajuan pendidikan tak lepas dari 20 persen APBN yang dianggarkan buat pendidikan. Itu merupakan jaminan yang diatur dalam undang-undang, yang pernah ia bahas. (Baca: Akil: Dakwaan KPK Penuh Kejutan)
Chairun Nisa juga mengklaim, selama menjadi anggota DPR, dirinya berjasa telah memajukan pendidikan di Kalimantan Tengah, tanpa memerinci kemajuan apa saja yang ia maksud. Kemajuan Kalimantan Tengah di berbagai bidang, kata Chairun Nisa, juga tak lepas dari jasa-jasanya.
Selain mengungkapkan jasa-jasanya, Chairun Nisa juga menyampaikan pleidoi bahwa selama di persidangan dia tak terbukti meminta atau menerima uang, baik dari penyuap, Bupati terpilih Gunung Mas, Hambit Bintih, maupun penerima suap, Akil Mochtar yang saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi. (Baca: Politikus Golkar Dituntut 7,5 Tahun Penjara)
Untuk itu, tuntutan 7 tahun 6 bulan yang dikenakan kepada dirinya, kata Chairun Nisa, mesti diabaikan. Chairun Nisa juga meminta tabungannya yang diblokir oleh KPK harus segera dicabut. "Saya juga memohon agar tabungan saya yang diblokir KPK segera dibuka," katanya.
Setelah mendengarkan pleidoi terdakwa, pengacara, dan tanggapan penuntut umum yang tetap pada tuntutannya, majelis hakim lantas menunda sidang hingga Kamis, 20 Maret 2014. Di situ, kata majelis hakim, mereka akan membacakan putusan buat Chairun Nisa. (Baca: Kode Duit untuk Akil: 'Ekor')
KHAIRUL ANAM