TEMPO.CO, Surabaya - Penduduk yang merehabilitasi rumahnya yang terkena dampak erupsi Gunung Kelud pada saat ini kekurangan 9 juta genteng. Genteng itu akan digunakan untuk memperbaiki 10.554 rumah yang rusak di Kecamatan Puncu dan Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan Komandan Kodim (Dandim) Kediri telah mencari genteng sampai ke daerah Trenggalek dan bahkan sampai ke Tulungagung, tetapi sudah habis. “Jumlah pastinya belum diketahui, tapi perkiraan pemerintah hanya mampu menyediakan sekitar 1 juta genteng dari sekitar 10 juta genteng yang dibutuhkan,” kata Soekarwo di sela-sela acara HUT Satpol PP dan Linmas di Lapangan Makodam V Brawijaya, Senin, 3 Maret 2014.
Baca Juga:
Hal ini dikarenakan produksi genteng Jawa Timur tidak banyak. Apalagi musim hujan juga menghambat produksi dan pengiriman genteng. Soekarwo menawarkan dua solusi, yaitu dengan mendatangkan genteng dari Jawa Tengah atau mengganti genteng dengan asbes. Hal ini terpaksa dilakukan untuk mempercepat proses rehabilitasi bangunan yang dijadwalkan selesai pada tanggal 9 Maret 2014. “Targetnya tanggal itu,” kata Soekarwo.
Ketua Komisi E DPRD Jatim Sugiri Suncoko mengatakan bahwa kekurangan genteng yang dialami Jawa Timur untuk perbaikan bangunan erupsi Gunung Kelud merupakan hal yang sangat wajar. Menurut Sugiri, produksi pabrik genteng hanya mengandalkan permintaan.
Di lain pihak, meletusnya Gunung Kelud sama sekali tidak diprediksikan sehingga perusahaan pembuatan genteng tidak sanggup memenuhi permintaan genteng. “Sangat lumrah jika pemerintah Jawa Timur mendatangkan dari luar jika perusahaan lokal tak mampu memenuhi,” kata Ketua Komisi E DPRD Jatim Sugiri Suncoko.
Sebelumnya, Pemprov Jatim mengatakan untuk kebutuhan perbaikan rumah dampak erupsi Gunung Kelud, khususnya perbaikan atap, genteng, dan lantai, Pemprov telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 100 miliar. Anggaran tersebut berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), dengan rincian Rp 65 miliar berasal dari pengalihan program rehabilitasi tidak layak huni dan Rp 35 miliar dari dana tidak terduga.
EDWIN FAJERIAL