TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas tidak menyetujui usul Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto yakni KPK memberikan daftar inventaris masalah tentang naskah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebab, ia menilai usul itu tak menyelesaikan masalah.
"Usulan Menkopolhukam bersifat tambal sulam, menambah problem," ujarnya dalam pesan pendek kepada jurnalis, Kamis, 27 Februari 2014.
Menurut dia, akar masalahnya adalah naskah akademik revisi dua beleid itu bersemangat untuk melemahkan secara sistemik lembaga-lembaga khusus negara seperti KPK, Badan Narkotika Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Padahal, kinerja pemerintah secara umum memang sering tak beres.
"Saya sudah hafal cara kerja pemerintah di banyak sektor. Tidak sistemik, saling kontradiktif antarkementerian dan lembaga," tutur Busyro.
Ia berpendapat naskah akademik itu juga mengingkari akar budaya bangsa dan roh Pancasila. Pasalnya, KUHAP dan KUHP direvisi dengan alasan keduanya merupakan produk kolonial Belanda. Namun, penyusun naskah malah memasukkan konsep hakim pemeriksa pendahuluan, yang diadopsi dari sistem hukum Belanda. Padahal, di Belanda sekalipun, Busyro menegaskan, posisi hakim seperti itu telah dihapus.
BUNGA MANGGIASIH
Terpopuler:
Bhatoegana Sangkal Terima Duit, Jaksa Akhirnya Putar Rekaman
Apa Kelemahan Timnas U19 Selama Tur Nusantara?
SCTV Tak Siarkan Timnas U19 di Batu dan Banyuwangi
Kesaksian Sutan Bhatoegana Seret Partai Demokrat
Dilaporkan Gayus Lumbuun, Apa Kata Deddy Corbuzier
Ahok: Monorel itu Kebaikan Hati Jokowi