TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal (Purnawirawan) Pramono Edhie Wibowo menyarankan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi melapor ke polisi jika merasa dirugikan atas penyadapan. "Kalau ada orang yang dirugikan oleh penyadapan, lapor ke polisi. Siapa pun, mungkin Pak Jokowi atau Bu Mega. Kalau tidak merasa, ya enggak perlu," kata Pramono dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad, 23 Februari 2014. (baca: Pengawal Jokowi Ditambah Setelah Kasus Penyadapan )
Menurut Pramono Edhie, dugaan penyadapan harus ditelisik dan yang berwenang untuk mengusutnya adalah polisi. Pramono tak bisa menduga kenapa Jokowi menjadi target dan alasan Gubernur DKI itu tak melaporkan penyadapan itu ke polisi. Ditanya pers apakah penyadapan itu terkait dengan pencitraan Jokowi sebagai calon presiden, Pramono Edhie juga mengaku tidak tahu.(baca: Kepala BIN: Pengamanan Jokowi Harus Diperketat )
Hanya, sejauh ini, dia belum mendengar TNI dituduh sebagai pelaku penyadapan. "TNI tidak dituduh. Lembaga punya kepentingan penyadapan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), juga tidak dituduh," ucap Pramono.
Rumah dinas Jokowi yang berada di Menteng, Jakarta Pusat, dipasangi tiga alat sadap. Masing-masing penyadap ditaruh di ruang tamu, ruang makan, dan kamar tidur. Kini, pengamanan di rumah dinas mantan Wali Kota Solo itu kian diperketat.
Sikap serupa juga disampaikan pengamat militer Salim Said. Salim tak yakin tentara ada di balik penyadapan tersebut. Dia mengaku bingung soal siapa yang menyadap Jokowi. "Dan untuk apa penyadapan itu dilakukan," kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Republik Ceko itu. (baca: Jokowi: Yang Disadap Sate Kambing dan Ikan Bakar)
Ketimbang isu penyadapan semakin meluas dan membuat curiga berbagai pihak, Salim menyarankan Jokowi melaporkan masalah tersebut ke pihak berwajib. "Laporkan ke polisi saja," kata Salim.
SINGGIH SOARES