TEMPO.CO, Jakarta : Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung menyatakan, seharusnya hakim Mahkamah Konstitusi tak diisi oleh politikus. Dia menjelaskan, hakim konstitusi memang seharusnya diisi oleh negarawan.
"Negarawan itu artinya bisa mendudukkan posisi tanpa kepentingan apapun," kata Pramono saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Kamis, 20 Februari 2014. (Baca: Jimly Minta DPR Pilih Negarawan Sebagai Hakim MK)
Pramono tak yakin jika politikus menjadi hakim konstitusi bisa menarik batas antara kepentinganya. "Contohnya Akil Mochtar," kata dia.
Menurut Pramono, Akil Mochtar justru masih mengurus kepentingan pragmatis. Jika tetap dibiarkan diisi politikus, dia tak yakin Mahkamah Konstitusi akan bisa mengembalikan kehormatannya. (Baca: Akil Mochtar Didakwa Lima Perkara, Apa Saja?)
Pramono mengingatkan, Dewan sudah bersepakat dengan Perppu MK. Salah satu poin dalam peraturan ini adalah syarat menjadi hakim MK yaitu tujuh tahun tidak aktif di partai politik. Meskipun akhirnya dibatalkan oleh MK sendiri, ia meminta politikus konsisten dengan apa yang sudah disepakati.
Pramono juga mengingatkan, MK diminati politikus karena seperti gadis cantik. Akibatnya, semua orang berlomba-lomba untuk datang kepada mereka. Dia mengusulkan, Mahkamah tak lagi mengadili sengketa pemilukada. Jika tetap seperti ini, dia khawatir politikus akan kembali terpancing pada kepentingan pragmatis. "Sengketa ini diselesaikan lewat Mahkamah Agung saja," kata dia.
Beberapa politikus menyatakan minat mendaftar sebagai calon hakim konstitusi yaitu Benny Kabur Harman, politikus Demokrat dan Ahmad Dimyati Natakusumah, politikus Partai Persatuan Pembangunan. Dewan akan memilih dua hakim konstitusi untuk menggantikan posisi Hardjono yang akan segera pensiun dan Akil Mochtar yang tersangkut kasus korupsi.
WAYAN AGUS PURNOMO
Terpopuler:
Geram Ahok Soal Busway: Bus Rp 1 M Ditulis Rp 3 M
Abraham Samad: KPK Akan Berlari meski dengan Satu Kaki
Mengapa Risma Tolak Jalan Tol Tengah Surabaya?