TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan pengawasan hakim konstitusi tak cukup dengan membentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau undang-undang baru. Amir menilai perlu ada perubahan konstitusi yang memungkinkan adanya lembaga pengawas hakim MK.
Perubahan konstitusi lebih kuat ketimbang membuat undang-undang yang rentan dibatalkan. "Pilihannya ubah konstitusinya," kata Amir di kantor Wakil Presiden, Kamis, 20 Februari 2014.
MK membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada sidang hari Kamis, 13 Februari 2014. (Baca: MK Batalkan Undang-Undang Pengawas MK)
Dengan keputusan ini maka MK menghapus Undang-Undang tentang Penyelamatan MK, yang dibentuk setelah Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (kini nonaktif) tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Akil disangka menerima suap dalam sengketa pemilihan kepala daerah Lebak, Banten, dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Konsekuensi dari keputusan ini, MK tidak lagi ada yang mengawasi. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 yang mengamanatkan Komisi Yudisial sebagai lembaga yang membentuk tim pengawas MK menjadi tidak berlaku. (Baca: Dalih Hakim Konstitusi Batalkan UU Pengawas MK)
MK menilai UU Nomor 4 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, undang-undang tersebut dinyatakan tak berlaku lagi. MK kemudian memutuskan UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 8 Tahun 2011 berlaku kembali. (Baca: MK Tuding Perppu MK Beri Stigma Buruk Politikus)
FRANSISCO ROSARIANS
Berita terpopuler:
Facebook Beli WhatsApp Senilai US$19 Miliar
Tifatul: 50 Persen Pelajar Pernah Akses Pornografi
Yahoo Akuisisi Startup Distill
Facebook Kini Beri Banyak Pilihan Jenis Kelamin