TEMPO.CO, Bandung - Yongki, 30 tahun, warga Cileunyi, Bandung, Jawa Barat, harus meringkuk di dalam bilik penjara. Pria pengangguran yang sehari-hari tinggal di Jalan Cipondoh Girang RT 01 RW 12 Desa Cinunuk ini ditangkap polisi setelah ketahuan menanam lima pohon ganja di lahan miik orang tuanya.
"Kami menemukan barang bukti lima pohon ganja setinggi 1,5 sampai 2 meter yang sengaja ditanam di sela-sela pohon ketela," ujar Kepala Satuan Reserse Narkoba Ajun Komisaris Besar M. Ngajib di lokasi penemuan pohon ganja, Kamis, 13 Februari 2014.
Menurut Ngajib, polisi menemukan "kebun" itu setelah menangkap Yongki pada Kamis pagi. Polisi mendapatkan informasi tentang kebun Yongki dari masyarakat sekitar. Ngajib mengatakan polisi kemudian menyelidiki informasi tersebut. "Tersangka lalu kami tangkap masih di sekitar kampung ini pagi tadi," katanya.
Selain menemukan pohon ganja, polisi menyita barang bukti berupa dua linting ganja dan satu paket kecil ganja yang masih basah. Ketika diinterogasi, Yongki mengaku menanam sendiri pohon ganja di tanah milik orang tuanya, tak jauh dari tempat ia tinggal.
Polisi langsung meminta Yongki menunjukkan kebun yang dimaksud. Saat itulah petugas menemukan lima pohon ganja yang sudah tumbuh cukup tinggi. Penemuan itu sempat memancing warga berkerumum untuk turut melihat.
Meski begitu, tak satu pun warga mengetahui Yongki menanam lima pohon ganja di lahan kebun yang terletak beberapa puluh meter di utara rumah orang-tuanya. Mereka mengaku baru mengetahuinya setelah polisi mendatangi lokasi.
Yongki adalah anak kedua Ola, 70 tahun. "Sehari-hari Yongki mah ada saja di rumah, menganggur. Tapi kami enggak tahu kalau dia sampai menanam ganja. Orangnya punya banyak tato," kata Esih, 50 tahun, salah satu tetangga.
Kepada polisi, Yongki mengaku baru sekali memanen sebagian daun haram dari pohon yang dia tanam. Kelima pohon dia tanam pada Oktober 2013. "Dia mengaku baru kemarin mengambil daun ganja dari situ. Tapi masih kami dalami kemungkinan dia sudah pernah menjual ganja dari pohon-pohon itu," kata Ngajib.
ERICK P. HARDI