TEMPO.CO, Bandar Lampung - Pembuangan pasien oleh Rumah Sakit Umum Dadi Tjokrodipo yang berujung kematian Suparman, 75 tahun, tunawisma di Bandar Lampung, dinilai banyak menyimpan kejanggalan. "Para pelaku yang jadi tersangka berasal dari kalangan bawah dan dalangnya bukan dari kalangan medis," kata Wali Kota Bandar Lampung Herman HN, Ahad, 9 Febuari 2014.
Dia mencium ada ketidakberesan dari kasus pembuangan pasien dari rumah sakit milik Pemerintah Kota Bandar Lampung yang selalu mendapat nilai bagus dari Ombudsman dan tim penilai dari Universitas Lampung itu. "Makanya saya langsung memerintahkan inspektorat membentuk tim khusus untuk menelusuri kasus itu. Mereka sudah bekerja sehingga polisi bisa cepat mengungkap pelakunya," kata Herman.
Hasil investitasi tim itu, kata Herman, cukup mencengangkan karena pembuangan pasien itu didalangi oleh Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian RSUD Dadi Tjokrodio, Heriyansyah, yang tidak memiliki akses dan wewenang medis. "Ada indikasi keterlibatan orang di luar manajemen rumah sakit," kata Herman.
Heriyansyah sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam kasus ini, bersama tujuh orang lainnya.
Kata Herman, tim juga menemukan bahwa sehari setelah pembuangan itu, sejumlah orang memprovokasi calon pasien yang hendak berobat bahwa mereka juga bisa bernasib sama. "Semua sudah disampaikan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang beberapa waktu lalu ikut menyelidiki kasus yang dinilai melanggar HAM ini," kata Herman.
"Saya tahu ada kasus itu dari media karena sebelumnya tidak ada yang melapor. Saya kaget dan marah sekali," kata Direktrur RSU Dadi Tjokrodipo Indrasari Aulia dengan mata berkaca-kaca.
Selama ini, kata dia, warga Bandar Lampung mengaku puas dengan pelayanan medis di rumah sakit meski masih ada sejumlah kekurangan. "Rumah sakit ini memang diperuntukkan untuk warga miskin. Seluruh ruangan didesain untuk kelas tiga. Semuanya gratis dan kami pantang menolak pasien karena itu perintah Wali Kota Bandar Lampung," kata Indrasar,i yang kini sudah dinonaktifkan sementara dari rumah sakit itu.
Indrasari mengatakan, sejak 2011, RSU Dadi Tjokrodipo bersama 12 rumah sakit swasta dan puskesmas menggratiskan biaya bagi siapa saja yang berobat dan dirawat di kelas III. Anggaran untuk menggratiskan pasien miskin itu tahun 2011 sebesar Rp 28 miliar dan meningkat menjadi Rp 30 miliar untuk tahun 2012, 2013 dan 2014. "Itu juga sangat aneh jika kami menolak pasien, apalagi sampai membuang dengan keji," kata Indrasari.
Kasus ini diduga ada kaitannya dengan pemilihan Gubernur Lampung, di mana Herman HN juga maju sebagai salah satu kandidat. "Saya tidak mau berspekulasi motifnya. Semuanya diserahkan ke polisi," kata Herman saat ditanya soal apakah kasus ini terkait dengan pemilihan gubernur.
Saat ini polisi masih terus menyelidiki kasus ini. "Masih terus didalami. Kami serius mengungkap kasus ini dan semuanya masih berlangsung," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung Komisaris Derry Agung Wijaya.
Suparman, 75 tahun, dibuang oleh sejumlah pegawai RSU Dadi Tjokrodipo dalam keadaan sekarat. Kakek tuna wisma itu akhirnya meninggal dua hari setelah sempat dirawat di RSU Abdul Muluk.
NUROCHMAN ARRAZIE
BERITA LAINNYA
Di Balik Ziarah PM Singapura ke Makam Usman-Harun
Kecelakaan Mobil, Maicon Pereira Wafat
Guru Dapat Gelar Gr, seperti Dokter