TEMPO.CO, Jakarta -- Inayah Wahid, Putri Bungsu mantan Presiden Indonesia Keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengatakan ketika ayahnya masih hidup, setiap perayaan tahun baru Cina tiba, mendapat banyak kiriman hantaran makanan. Tak hanya itu, setiap tahun keluarganya juga mendapat undangan untuk menghadiri acara perayaan imlek di mana-mana.
"Setiap tahun selalu ada undangan untuk perayaan imlek di mana-mana selalu berdatangan, hantaran makanan juga tidak berhenti dikirimkan oleh berbagai kelompok keturunan Tionghoa sebagai rasa terima kasih mereka pada Gus Dur dan ini menurut saya berkah yang luar biasa bagi keluarga kami," kata Inayah melalui pesan elektronik, Sabtu malam, 1 Februari 2014.
Saat masih hidup, kata Inayah, Gus Dur sekeluarga juga kerap mendatangi perayaan imlek dan selalu menarik. "Meski kami sebenarnya tidak merayakan Imlek dan tentunya tidak mengikuti ritualnya," ujar dia.
Menurut Inayah, Gus Dur memaknai sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yg paham jati dirinya. Dengan mengembalikan jati diri masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa, kata dia, Gus Dur malah memperkuat jati diri bangsa Indonesia. "Karena mereka juga bagian dari Indonesia, berkontribusi besar terhadap Indonesia," ujar dia.
Selain itu, menurut Inayah, Gus Dur menganggap manusia yang merdeka harus memerdekakan orang lain. "Memastikan mereka mendapatkan haknya dan memperlakukan semua orang dengan kesetaraan," kata Inayah.
Saat menjabat sebagai Presiden pada tahun 2000, mendiang Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama dan Adat Istiadat Cina yang perayaannya dilarang digelar secara mencolok. Setahun kemudian, Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 19 tahun 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif. Gus Dur pun mendapat julukan sebagai Bapak Pluralisme.
LINDA TRIANITA
Terpopuler:
WNI Jadi Korban Perbudakan di Amerika
Sebelum Tewas, Korban Awan Panas Sinabung Berfoto
Murry Wafat Koes Plus Tersisa Yon dan Yok Koeswoyo
Facebook Untung, Harta Zuckerberg Tambah Rp 39 T