TEMPO.CO , Jakarta:Para perajin minuman di Kabupaten Tuban kaget mendengar 14 orang menjadi korban akibat minum cukrik atau arak di Mojokerto. Sampai-sampai sejumlah perajin arak asal Kecamatan Semanding mengecek kebernaran kabar itu ke Mojokerto. Mereka menyimpulkan para pemuda korban arak itu tewas bukan karena arak Mojokerto, tapi dari Solo.
"Saya datang langsung ke Mojokerto dan memeriksa barang buktinya," kata Ketua Koperasi Sari Tape Kabupaten Tuban, Sis Widarto, 53 tahun, pada Tempo. Pak Sis, panggilannya, mengatakan, arak Tuban dikenal punya kualitas bagus. Bahkan arak Tuban dijual sampai Bojonegoro, Lamongan, Ngawi, Madiun dan sejumlah daerah lain yang jaraknya jauh dari Tuban. Sebut saja, Mojokerto, Sidoardjo, Malang, Kediri bahkan Kota Banyuwangi.
Nama arak Tuban bahkan sudah menjadi merek dagang yang bagus di mata para peminum. Karena itu, banyak pedagang menjual minuman keras dengan menyebut arak dari Tuban, meski belum tentu arak tadi sama dengan arak yang diproduksinya. Dalam kasus di Mojokerto, dia menjamin 14 orang yang tewas bukan minum arak Tuban, tetapi kemungkinan dari Solo, Jawa Tengah.
Menurut dia, korban yang banyak sebenarnya bukan masalah arak/cukrik yang diminumnya, tetapi bisa jadi karena oplosannya. Biasanya mereka mencampur minuman keras tradisional itu dengan obat nyamuk oles, obat sakit kepala, spiritus, atau ketan hitam dan minuman berenergi. (Baca: Bahan yang Biasa Dipakai untuk Oplosan Cukrik )