TEMPO.CO, Mojokerto - Hingga kini Kota Mojokerto belum memiliki peraturan daerah yang mengatur peredaran minuman keras (miras). Akhir 2012, rancangan peraturan daerah tersebut pernah diajukan Pemerintah Kota Mojokerto, namun dikembalikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mojokerto.
“Kami bukan menolak, tapi keputusan waktu itu ditunda,” kata Ketua Komisi Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Mojokerto Deny Novianto, Senin, 13 Januari 2014.
Sebanyak 17 orang tewas setelah berpesta minuman keras oplosan atau cukrik pada malam tahun baru lalu. Di Mojokerto, cukrik ini diduga dicampur dengan zat kimia metanol (spiritus) di atas 50 persen.
Deny mengatakan di kalangan internal anggota Komisi sendiri kala itu sempat terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan tentang rancangan beleid tentang minuman keras tersebut. Menurut Deny, ada yang ingin rancangan itu diperbaiki, dan ada juga yang tidak setuju dengan rancangan tersebut.
Sejumlah anggota Komisi menginginkan eksekutif memperbaiki materi isi rancangan peraturan daerah sesuai dengan aturan-aturan di atas peraturan daerah. “Ada juga yang menganggap kalau ada perda miras berarti menghalalkan miras,” ujarnya.
Deny menambahkan dengan kejadian meninggalnya belasan orang akibat miras oplosan awal Januari 2014, keinginan untuk mengajukan dan membahas rancangan peraturan daerah minuman keras kembali muncul. “Kami menunggu pihak pemkot (mengajukan kembali),” katanya.
Menurut Deny, bagaimanapun peraturan daerah tentang minuman keras tetap diperlukan baik untuk langkah pengaturan, pembatasan, maupun pelarangan.
Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus setuju jika raperda perihal miras yang pernah diajukan itu diajukan kembali tahun ini. Mas’ud meminta DPRD membahasnya.
ISHOMUDDIN
Berita lain:
Makam Korban Miras Cukrik Mojokerto Dibongkar
Organ Dalam Korban Miras Oplosan Diteliti
Kandungan Alkohol Cukrik 50 Persen Lebih
Hari Ini, Makam Korban Miras Oplosan Dibongkar
Kepolisian Mojokerto Sulit Berantas Miras Oplosan