TEMPO.CO, Surabaya - Ketua lembaga lingkungan hidup ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid, mengatakan kasus kematian singa di Kebun Binatang Surabaya sulit dibawa ke ranah hukum. "Kecuali Pemerintah Kota Surabaya atau pengelola kebun binatang melaporkan kasus itu ke polisi karena ada unsur kriminalnya," kata Rosek, saat dihubungi Tempo, Rabu siang, 8 Januari 2014.
Singa jantan (panthera leo) berumur 1,5 tahun yang diberi nama Michael itu ditemukan mati dalam posisi leher terjerat sling atau tali dari baja yang digunakan sebagai penarik pintu kandang, Senin, 6 Januari 2014. (Baca: Polisi Kesulitan Usut Kasus Singa Mati)
Menurut Rosek, singa tersebut bukan satwa yang dilindungi karena dibawa dari Afrika. Berbeda jika satwa tersebut merupakan satwa asli dari Indonesia dan termasuk dalam satwa yang dilindungi. "Payung hukum yang ada saat ini hanya mengatur satwa asli Indonesia yang dilindungi. Akan kesulitan untuk mencari payung hukumnya," kata Rosek.
Kematian singa tersebut bisa diusut jika Pemerintah Kota Surabaya pro-aktif melaporkan kasus ini kepada polisi. Artinya pro-aktif, Rosek menjelaskan, Pemerintah Kota Surabaya atau pengelola kebun binatang bisa membuat laporan ihwal penyebab kematian singa tersebut. "Apalagi kalau kemudian laporan itu menyebutkan bahwa ada indikasi kesengajaan yang menyebabkan kematian singa tersebut," kata Rosek.
Rosek mengatakan, terlepas dari penyebab kematian singa itu disengaja atau tidak, KBS dikelola secara amburadul. "Sejak tahun 2000 kami sudah mengamati," kata Rosek. Apalagi, kata dia, ada konflik internal dalam pengelolaan KBS yang terjadi selama ini. "Ini bentuk akumulasi manajemen KBS yang amburadul," katanya.
DAVID PRIYASIDHARTA