TEMPO.CO, Surabaya--Sidang kasus korupsi di Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Surabaya mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin, 6 Januari 2014. Bekas Kepala Cabang BJB Surabaya, Akhmad Faqih, duduk di kursi pesakitan dalam perkara yang merugikan negara senilai Rp 58,2 miliar itu.
Jaksa penuntut umum, Endro Riski Erlazuardi, membacakan nota dakwaan setebal 30 halaman. Jaksa mendakwa Faqih dengan pasal berlapis, yakni primer Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan subsider Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dijelaskan dalam nota dakwaan bahwa perkara ini berawal ketika Faqih mendapat informasi adanya potensi kredit nasabah BJB, yakni Yudi Setiawan, Direktur Utama PT Cipta Inti Parmindo (CIP). Faqih lalu menemui Yudi di kantornya, di Jalan Margomulyo Indah, Tandes, Surabaya.
Setelah menemui Yudi, Faqih menyuruh saksi, Eri Sudewa Dullah, untuk mengirim surat kepada PT CIP yang berisi persyaratan kelancaran proses pengajuan kredit. Tanpa proses berbelit, BJB Surabaya mengucurkan kredit kepada Yudi senilai Rp 58,2 miliar. Sesuai dengan permohonan yang diajukan ke BJB, kredit itu akan dipakai Yudi untuk pengadaan bahan baku ikan.
Namun pemberian kredit ini mengherankan karena PT CIP tidak bergerak dalam bidang bahan baku ikan, melainkan dalam bidang produksi dan distribusi alat pendidikan. Namun, saat pengajuan kredit, perusahaan itu berubah haluan ke bidang bahan baku ikan.
Untuk memperlancar kinerjanya, PT CIP bekerja sama dengan sejumlah perusahaan. Salah satunya, PT E-Farm Bisnis Indonesia, yang merupakan anak perusahaan badan usaha milik negara.
Kucuran dana kredit itu kemudian diselewengkan oleh Yudi Setiawan. Dia memindahkan dana kredit tersebut ke perusahaan lain miliknya, yakni PT Cipta Terang Abadi. Yudi Setiawan sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini oleh Kejaksaan Agung.
Penasehat hukum terdakwa, Heri Mulyono, membantah dakwaan jaksa. Menurut dia, dalam pemberian kredit ke Yudi Setyawan, apa yang dilakukan oleh kliennya sudah sesuai dengan aturan yang ada. "Dakwaan itu tak tepat, dan kita akan lanjutkan dalam proses pembuktian saja," ujar Heri.
NURUL CHUMAIDAH