TEMPO.CO , Jombang: Pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahudin Wahid (Gus Solah), mengibaratkan kakaknya, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), adalah bibit unggul yang tumbuh di tanah yang subur. "Tanah yang subur itu adalah dunia pesantren Nahdlatul Ulama," kata Gus Solah dalam sambutan peringatan Haul empat tahun wafatnya Gus Dur, Jum'at malam, 3 Januari 2014.
Menurut Gus Solah, prinsip-prinsip ahlussunnah wal jamaah yang dikembangkan Nahdlatul Ulama telah mengajarkan Gus Dur tentang demokrasi, toleransi, kerukunan hidup antar sesama, jalan tengah, dan sikap adil atau tanpa diskriminasi.
Bibit unggul yang dimaksudkannya adalah Gus Dur lahir dari keturunan tokoh atau ulama besar yakni sang ayah mantan Menteri Agama RI pertama, KH Wahid Hasyim, dan sang kakek pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari. "Gus Dur ada karena Mbah Hasyim," kata dia.
Menurut Gus Solah, pendidikan Gus Dur di pesantren Indonesia maupun di Timur Tengah telah membentuk karakter dan kepribadiannya. Gus Dur dianggap oleh Gus Solah memiliki wawasan luas, toleran, demokratis, pemeberani, berpendirian kuat, dan pembela kebenaran. Gus Dur juga ditempa oleh pendidikan dalam keluarganya.
"Kami di keluarga diajarkan tidak oportunis dan toleran pada sesama serta bergaul dengan siapa saja," kata Gus Solah saat bedah buku tentang Gus Dur beberapa waktu lalu. "Sejak kecil kami diajarkan bergaul dengan siapa saja tanpa memandang suku dan agama."
ISHOMUDDIN