TEMPO.CO, Batam - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Rajak Budi Utama mengatakan, untuk menanggulangi masalah trafficking, semua pihak harus menyamakan persepsi. Jika tidak, trafficking akan terus berlanjut.
"Harus ubah mindset, jangan ego sektoral," kata Tatang dalam jumpa pers di Batam, Rabu malam, 11 Desember 2013. Keberadaan Tatang di Batam berkaitan dengan rencana pergelaran Rapat Koordinasi Kementerian Luar Negeri dengan pemerintah daerah dengan tema "Penanganan Kasus WNI/TKI Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dari Luar Negeri dan Daerah Perbatasan" di Batam pada 11-13 Desember 2013.
Tatang menyebutkan bahwa jumlah WNI di luar negeri berjumlah 4.632 juta jiwa. Dari jumlah itu, 60 persen adalah TKI, 8 persen tenaga profesional, dan 2,7 juta orang berstatus pelajar. "Ini berdasarkan data resmi pihak Kemenlu," kata Tatang.
Sebagian besar WNI di Malaysua, hampir 3 juta orang, umumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) serta buruh di perkebunan kelapa sawit. Padahal, upah pekerja di kebun kelapa sawit Indonesia lebih tinggi. Tapi, akibat tergoda melihat orang lain sukses di luar negeri, banyak yang ikut-ikutan meninggalkan kampung halaman.
Oleh sebab itu, pengiriman tenaga kerja terus berlangsung, termasuk dengan cara melanggar hukum. Misalnya, dengan memanipulasi data TKI, khususnya usia. Usia yang sebenarnya 16 tahun, bisa dibuat menjadi 20 tahun. Akibatnya, TKI tersebut belum siap menghadapi tekanan majikan, dan kemudian kalap, lalu membunuh majikan atau melarikan diri.
Baca Juga:
Kementerian Luar Negeri mencatat sebanyak 650 ribu WNI di Malaysia tidak memiliki dokumen, namun 370 orang telah dibuatkan dokumen. Pada 2011, Kemenlu mencatat 39.383 kasus yang melibatkan TKI terjadi di Malaysia. Umumnya, kasus itu terkait dengan TKI yang melarikan diri karena tak tahan dengan tekanan serta perbedaan budaya.
Untuk itu, Kemenlu akan membuat aturan baru agar TKI yang akan keluar negeri harus lulus pelatihan untuk mendapat izin bekerja di luar negeri. Pelatihan pekerja akan digiatkan agar TKI mampu bersaing dengan tenaga asing lainnya. Calon pekerja harus melalui pelatihan selama 200 jam, kemudian dibekali dengan surat keterangan atau sertifkat untuk calon TKI yang bakal dikirim ke Malaysia. Sementara pekerja yang akan dikirim ke Taiwan harus diberi pelatihan selama enam bulan.
"Batam menjadi tempat non-prosedural," lanjut Tatang. Artinya, WNI yang ke luar negeri hanya memiliki paspor biasa, padahal tujuan mereka ke luar negeri untuk bekerja. Untuk bekerja di luar negeri, seseorang tidak cukup hanya memiliki paspor, tapi harus memiliki dokumen lain seperti izin kerja dan lain-lain untuk menghindari masalah di depan.
Tatang mengatakan, kepergian TKI ke luar negeri melalui Batam tidak hanya menuju Malaysia atau Singapura, tapi juga ke negara lain seperti Arab Saudi, Taiwan, Yordania, Suriah, Yaman dan negara Timur Tengah lainnya. Di Arab Saudi, WNI yang overstay sebanyak 101.000 orang, dan yang dipulangkan sebanyak 10.000 orang.
RUMBADI DALLE