TEMPO.CO, Surabaya - Sidang kasus dugaan gratifikasi Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Kediri Kota, Romli, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Kamis, 5 Desember 2013.
Agenda sidang adalah jawaban jaksa penuntut umum atas nota keberatan yang disampaikan terdakwa pada sidang sebelumnya. Jaksa menilai praktek yang dilakukan terdakwa tergolong gratifikasi, sehingga sidang harus tetap dilanjutkan. "Kami tetap pada isi nota dakwaan, dan melanjutkan perkara ini," ujar jaksa penuntut Wajito.
Baca Juga:
Usai sidang, Romli membantah menerima gratifikasi dari keluarga mempelai yang dia nikahkan. Sebab, ia hanya membantu mempelai yang ingin menikah di luar KUA. "Dari menikahkan mempelai itu saya tidak pernah meminta imbalan. Mereka sendiri yang inisiatif memberi uang transport sebagai tanda ucapan terima kasih," ujar Romli.
Sidang tersebut dihadiri oleh puluhan anggota Forum Komunikasi Kepala (FKK) KUA se-Jawa Timur. Ketua FKK-KUA Jatim Syamsul Tohari mengatakan, maksud kedatangannya ke ruang sidang, selain memberi dukungan moral kepada Romli, juga untuk mengetahui perkembangan kasusnya. Tohari berharap pemerintah memberi anggaran biaya operasional resmi kepada petugas pencatat pernikahan.
Hal itu diperlukan untuk menghindari pemberian atau penarikan biaya di luar administrasi yang berpotensi bermasalah secara hukum. "Selama ini anggaran operasional buat petugas pencatat nikah tidak ada," ujar Tohari.
Tohari menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2007 Pasal 21 ayat 2 disebutkan bahwa pelaksanaan dan pencatatan nikah di rumah mempelai diperbolehkan atas persetujuan KUA dan mempelai. Yang dipermasalahkan oleh jaksa ialah pemberian uang terima kasih kepada penghulu oleh keluarga mempelai. "Pemberian itu sebenarnya atas dasar keikhlasan, namun di mata hukum dianggap gratifikasi," kata dia.
Dalam dakwaan jaksa, Romli dituduh sengaja menggelembungkan biaya nikah dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat soal tarif resmi pencatatan nikah. Dia memungut biaya sebesar Rp 225.000 untuk pernikahan di luar kantor dan Rp 175.000 di dalam kantor. Padahal, tarif sebenarnya hanyalah Rp 30.000.
Dari nominal itu, Romli mendapatkan jatah Rp 50.000 sebagai petugas pencatat nikah plus Rp 10.000 sebagai insentif kepala KUA. Romli diduga menerima gratifikasi senilai Rp 36 juta atas biaya pencatatan nikah di luar ketentuan yang ada dalam kurun waktu satu tahun pada 2012.
NURUL CHUMAIDAH