TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq didakwa melakukan tindak pidanan pencucian uang. Dalam surat tuntutan yang dibacakan jaksa Ferry Guntur, Luthfi disebut tak membuat laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dengan jujur sebab tak melaporkan tiga rekening bank atas nama Luthfi Hasan Ishaaq.
“Tindakan tidak melaporkan sebagian rekening yang dimiliki, menurut keterangan ahli, sudah dikategorikan perbuatan menyembunyikan harta yang dimiliki,” kata Ferry dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, 27 November 2013.
Jaksa mengatakan, dalam laporan harta calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada Desember 2003 maupun pada pembaruan laporan hasil kekayaan pada November 2009, Luthfi tak melaporkan ketiga rekeningnya di Bank Central Asia. Padahal, ketiga rekening ini telah dipergunakan secara aktif untuk memindahkan dana sebelum Desember 2003.
Setelah menjadi anggota DPR masa jabatan 2004-2009, Luthfi pernah menempatkan dana sebesar Rp 4,85 miliar ke dalam salah satu rekening yang disembunyikannya ini. Luthfi kemudian menutup rekening tersebut dan menarik saldo sebesar Rp 5,64 miliar untuk dipindahkan ke rekening giro di BCA, yang juga tak dicantumkan dalam LHKPN.
Jaksa menilai transaksi-trasaksi yang dilakukan lewat rekening rahasia ini tak sesuai dengan profil Luthfi. Pasalnya, dalam LHKPN, Luthfi menyatakan tak punya penghasilan di luar gaji dan tunjangan sebagai anggota DPR sebesar Rp 58,9 juta per bulan dan gaji sebagai Presiden PKS sebesar Rp 50 juta per bulan.
“Jika melihat tunjangan anggota DPR RI Rp 58,9 juta dan Presiden PKS Rp 50 juta, sulit diterima secara logis jika terdakwa memiliki miliaran rupiah pada rekening-rekening terdakwa,” kata Ferry.
Dalam surat tuntutan dinyatakan bahwa Luthfi mengaku sebagian uang di rekening yang tak dilaporkan adalah hutang Ahmad Fathanah sebesar Rp 2,9 miliar. Namun, jaksa mengatakan, tak ada bukti otentik yang membuktikan pernyataan tersebut.
“Di persidangan tidak ada bukti otentik utang-piutang dengan Ahmad Fathanah, baik waktu, tempat, jumlah seluruhnya, dan jumlah yang sudah dibayar,” kata Ferry.
Jaksa mengatakan, fakta bahwa Luthfi tak melaporkan hartanya dengan jujur dan pengakuan bahwa Luthfi tak punya penghasilan di luar tunjangan sebagai anggota DPR, termasuk dari perusahaan milik Luthfi, memantik curiga. “Dihubungkan dengan fakta Ahmad Fathanah dan terdakwa sering dapat uang sebagai fee untuk membantu memenangkan proyek Kementerian dengan menggunakan pengaruh yang dimiliki terdakwa, menggambarkan karakter terdakwa yang suka menyembunyikan kekayaan yang patut diduga dari tindak pidana, dalam hal ini pidana korupsi,” kata jaksa.
Jaksa menyatakan Luthfi melanggar Pasal 3 huruf a,b,c dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jaksa menuntut agar Luthfi dijatuhi hukuman penjara 10 tahun dengan denda Rp 1 miliar atas kejahatan pencucian uang ini. Ditambah kejahatan korupsinya, tuntutan Luthfi jadi 18 tahun penjara.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE