TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membahas isi surat Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang berkaitan dengan isu penyadapan. Namun, Julian menyatakan dirinya tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan isi surat tersebut. "Yang jelas, jawaban dari Perdana Menteri Tony Abbott tentu sesuai dengan apa yang kami harapkan," kata Julian, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 26 November 2013.
Julian juga tidak bersedia mengungkapkan, apakah surat Abbott menyatakan permintaan maaf atau tidak. "Kami melihat (surat) ini (sebagai) jawaban dari permintaan kami," ujarnya.
Ihwal dugaan keterlibatan Singapura dalam penyadapan yang dilakukan Australia, Julian mengatakan sudah mendengarnya. Namun dia tidak bersedia berkomentar karena belum mendapat data akurat. "Kami juga mendengarnya dari media massa," kata dia. "Nanti kami sama-sama pelajari mengenai apa yang kami dengar dari berita tersebut."
Skandal penyadapan Australia terhadap sejumlah pejabat Indonesia ini diungkapkan harian The Guardian dan kelompok Fairfax Media Australia, Senin lalu. Dalam harian itu disebutkan bahwa Australian Signal Directorate menyadap percakapan telepon Presiden SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri pada 2009. Informasi ini didasari dokumen yang dibocorkan mantan analis badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency, Edward Snowden.
Menyikapi isu itu, Presiden SBY segera menarik pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat (baca: SBY Anggap Australia Tak Pantas Menyadap). SBY juga mengirim surat kepada Tony Abbott untuk meminta konfirmasi. Sambil menunggu jawaban dari Abbott, SBY menghentikan sementara hubungan kerja sama dengan Australia (baca:Tiga Langkah SBY Sikapi Penyadapan Australia).
PRIHANDOKO
Berita Terkait:
TNI Buat Sistem Antisadap Baru
Kalla Soal Penyadapan: Protes RI Terlalu Ringan
Australia Ingatkan Warganya yang Plesir ke Indonesia
Hendropriyono: Australia Tak Cukup Hanya Minta Maaf