TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan pemerintah Australia harus mempertanggungjawabkan penyadapan yang dilakukannya terhadap Indonesia. Untuk itu, lanjutnya, sudah semestinya pemerintah Australia yang berinisiatif mencari jalan penyelesaian kasus yang mengganggu hubungan kedua negara itu. "Pihak Australia yang harus mencari jalan penyelesaian ini dengan baik," kata Marty di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 19 November 2013. "
Akan tetapi, lanjut Marty, hingga saat ini Australia belum bersedia meminta maaf dan memberikan penjelasan resmi ihwal tindak penyadapan ini. "Terus terang merupakan sesuatu yang tidak bisa dikecilkan atau diremehkan dampaknya."
Menurut Marty, penyadapan adalah sesuatu yang tidak lazim serta melanggar hukum dan hak asasi manusia. "Yang harus bertanggung jawab hanya satu, yaitu Australia."
Laporan penyadapan Australia terhadap Indonesia pertama kali dimuat di harian Sydney Morning Herald pada 31 Oktober 2013. Harian itu memberitakan keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan negara-negara lain. Laporan juga menyebutkan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan AS di Jakarta.
Laporan terkini dari lansiran media berita Australia itu menyebutkan bahwa penyadapan dilakukan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009. Selain SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, dan sejumlah menteri juga menjadi target penyadapan. Laporan itu didasari oleh bocoran dokumen dari mantan intelijen AS, Edward Snowden.
PRIHANDOKO