TEMPO.CO, Situbondo - Pengelola Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, berhasil membiakkan Banteng Jawa (Bos javanicus) melalui proses semi-alami. Banteng betina dari Taman Safari Bogor, Tina dan Ussy, dikandangkan dan dikawinkan dengan banteng jantan Baluran, Dony.
Kepala Seksi Resort Bekol Baluran, Joko Waluyo, mengatakan pemilihan banteng Baluran sebagai indukan bukan tanpa alasan. “Banteng Baluran dipilih karena secara genetik lebih baik dibandingkan dengan banteng di taman nasional lain,” kata Joko, Rabu 13 November 2013.
Keunggulan genetik banteng Baluran itu ditunjukkan dari berat banteng dewasa yang mencapai 900 kg dan tinggi 170 sentimeter. Berbeda dengan banteng di kawasan lain yang beratnya antara 600-800 kilogram dan tinggi rata-rata 160 sentimeter.
Program pembiakan berbiaya Rp 1 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara itu diluncurkan untuk menambah populasi banteng Jawa di Baluran yang kian mengkhawatirkan. Kementerian Kehutanan mencatat, pada 1970 banteng Baluran masih berjumlah 150-200 ekor. Ternyata, 33 tahun kemudian atau pada 2003, jumlah banteng menurun antara 70-100 ekor.
Populasi mamalia yang berkategori terancam punah itu makin jeblok menjadi 20 ekor pada 2008 dan 15 ekor di tahun 2011 dan tahun 2012 tercatat 26 ekor. Untuk melindungi banteng Jawa, Kementerian Kehutanan menetapkannya sebagai spesies prioritas yang jumlahnya harus meningkat 3 persen dalam rentang 2010-2014.
Pengendali ekosistem hutan, Sutadi, mengatakan faktor utama menurunnya populasi banteng disebabkan rusaknya habitat, kurangnya sumber air, masuknya sapi liar, hingga gangguan manusia.
Habitat terbaik banteng sebenarnya berada di padang rumput (savana) yang luasnya sekitar 10 ribu hektare atau 40 persen dari 25 ribu hektare luas Baluran. Hanya saja, sejak 1980-an, terjadi invasi tanaman akasia (Acacia nilotica) berduri yang menutup sebagian besar savana. "Akibatnya banteng kekurangan pakan."
IKA NINGTYAS