TEMPO.CO, Surabaya - Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya menangkap tiga tersangka pembobolan kartu kredit. Tiga tersangka yang masih ada ikatan keluarga, M. Rofii, Arik Noviatin, dan Ahmad Ari Muhataman ini menggondol duit milik warga negara asing, kebanyakan warga Amerika Serikat, menggunakan kartu debit kedaluwarsa. “Modus mereka cukup rapi dan terbilang baru,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Ajun Komisaris Besar Farman, Selasa, 12 November 2013.
Mereka melakukan pembobolan kartu kredit dan melakukan transaksi pembelian barang sejak April hingga Oktober 2013 dengan menggunakan kartu debit milik tersangka Rofii. Kartu kredit milik tersangka, telah dimasuki kode kartu kredit bank-bank asing yang dibeli dari seorang pemilik akun ICQ, atas nama Michael Kate.
Penyidik Polrestabes Brigadir Kepala Syaiful Arif menambahkan modus operandi para tersangka sangatlah rapi. Modus penipuan seperti ini, kata Arif, terbilang baru di Surabaya. Kasus yang serupa juga pernah terjadi, namun kode kartu kreditnya milik bank lokal Indonesia sehingga lebih mudah dilacak. "Kasus sebelumnya sudah ditangani Polda Metro Jaya," kata Arif.
Menurutnya, kartu kredit yang dibobol berkode bank asing. Tersangka Rofii mendapatkannya dari Michael Kate seharga US$ 25 atau Rp 275 ribu per satu kode kartu kredit. Michael yang belum lama dikenal Rofii melalui jejaring sosial ICQ membuat ketentuan pembelian minimal sebanyak tiga kode kartu kredit dan maksimal tidak terbatas.
Sejak saat itu, Rofii mulai mengumpulkan kartu debit yang dibelinya dari seseorang berinisial AN yang saat ini masih buron. Selain itu, ia juga meminta kartu debit teman-temannya yang sudah tak terpakai. Berdasarkan pemeriksaan, tersangka sudah menggunakan 14 kartu debit berbagai bank asing. Rofii menggunakan sebuah laptop dan Encoder Tysso MSE 750 untuk memasukkan kode kartu kredit yang diperolehnya dari Michael ke dalam 14 kartu debit tersebut. Polisi belum bisa melacak keberadaan Michael.
Dalam aksinya, tersangka membatasi jumlah harga belanjaan tersangka setiap kali transaksi di bawah Rp 2 juta. "Ini mempermudah pelaku, karena pihak bank yang bersangkutan tidak akan mengecek transaksi di bawah Rp 2 juta,” kata Arif.
Sejak April hingga Oktober 2013, Rofii dan adik-adiknya menggesek kartu debit "aspal" tadi. Menurut pengakuan mereka kepada polisi, 100 kali lebih transaksi dilakukan di berbagai toko yang ada di Surabaya, Sidoarjo, Malang, Madiun, dan lain-lainnya.
Polrestabes Surabaya menyita barang bukti antara lain 19 keping kartu debit berbagai bank asing, 15 buah lampu LED merek Philips, satu unit kompresor merek Melzer, satu buah Encoder merek Tysso MSE 750, satu unit mobil Honda Brio warna putih, satu unit EDC (alat penggesek kartu debit), dan satu unit laptop merek Acer.
Menurut Ari, barang yang dibeli tersangka rata-rata berupa televisi 24 inci. "Televisi ini kemudian dipasang di iklan online untuk dijual kembali dengan harga normal," kata Arif kepada Tempo.
Para tersangka dijerat Pasal 47 juncto 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 363, 480 ayat 2 KUHP dengan ancaman hukuman pidana selama-lamanya 10 tahun penjara.
DEWI SUCI RAHAYU