TEMPO.CO, Surakarta - Konflik kubu Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Jawa Tengah, dengan kubu Dewan Adat masih menggelegak. Kini malah Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mengadukan sejumlah petinggi Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta ke kepolisian. Padahal dalam konflik kedua kubu itu, Wali Kota bertindak sebagai mediator. Pengaduan itu muncul setelah Raja Keraton Kasunanan Surakarta Paku Buwana XIII mengirim surat pada Hadi yang berisi pernyataan pembubaran Dewan Adat dan minta perlindungan.
Pengaduan disampaikan 10 advokat ke Kepolisian Resor Kota Surakarta, Rabu, 6 November 2013. Mereka membawa surat kuasa yang telah ditandatangani oleh Wali Kota. Ketua tim pengacara, Suharsono, mengatakan Wali Kota Hadi mengadukan ketua Lembaga Dewan Adat GKR Koes Moertiyah. "Selain itu, kami juga mengadukan KP Eddy Wirabhumi dalam kasus yang sama," katanya saat ditemui di kantor Polresta Surakarta.
Pengaduan itu sehubungan dengan pernyataan Koes Moertiyah dan Eddy Wirabumi di sejumlah media massa, terkait mediasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam konflik internal keraton. "Mereka menuduh bahwa surat dari Kementerian Dalam Negeri yang digunakan sebagai dasar mediasi itu palsu," kata Suharsono.
Mediasi terhadap dua kubu dalam Keraton itu dilakukan Pemerintah Kota Surakarta pada awal Oktober 2013. Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mengaku mendapat surat dari Kemendagri untuk menjadi mediator. Belakangan, kubu Lembaga Dewan Adat menuding surat dari Kemendagri itu palsu. "Pernyataan dari Koes Moertiyah dan Eddy Wirabhumi itu sangat merugikan klien kami," kata Suharsono. Sebab, tuduhan itu dianggap tak berdasar. “Tuduhan itu dianggap sebagai bentuk kejahatan terhadap pejabat publik.” Selain itu, mereka juga mengadukan dua petinggi Dewan Adat karena pencemaran nama.
Adapun Eddy Wirabhumi menolak berkomentar atas pengaduan itu. "Saya akan memberikan keterangan kepada polisi jika dipanggil nantinya," katanya. Dia siap menghadapi pengaduan itu.
Konflik internal Keraton bermula saat ada dua putra PB XII, Hangabehi dan Tedjowulan, mengklaim sebagai raja. Belakangan, Tedjowulan mengakui Hangabehi sebagai Raja Keraton Kasunanan Surakarta, dan dia dinobatkan sebagai Mahapatih Panembahan Agung. Toh, konflik di dalam Keraton Kasunanan Surakarta belum usai. Kini giliran sejumlah kerabat Keraton menolak Tedjowulan kembali ke dalam Keraton. Mereka bergabung dalam Lembaga Dewan Adat yang diinisiatori oleh beberapa adik kandung PB XIII. Pemerintah Kota Surakarta mencoba memediasi atas permintaan Kementerian Dalam Negeri.
AHMAD RAFIQ