TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah mengaku kaget dengan tuntutan 17,5 tahun penjara yang diajukan jaksa penuntut umum. Dia tak menduga jaksa akan menuntutnya dengan hukuman seberat itu.
"Ya kaget juga," katanya saat ditanya usai sidang pembacaan tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 21 Oktober 2013. (Lihat: Ahmad Fathanah Dituntut 17,5 Tahun Penjara)
Meski demikian, Fathanah mengatakan tuntutan ini bukan merupakan akhir nasibnya di pengadilan. Ia akan membela dirinya pada persidangan yang akan datang. "Masih ada proses, masih ada pembelaan," ujarnya.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Fathanah dengan hukuman pidana 17,5 tahun penjara. Dia dinilai terbukti bersalah dalam dua perkara, yakni menerima suap Rp 1,3 miliar dan melakukan pencucian uang.
Pada perkara korupsi, jaksa meminta majelis hakim mengganjar Fathanah dengan hukuman 7,5 tahun, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti bersalah lantaran bersama-sama dengan Luthfi Hasan Ishaaq --yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera-- mengurus penambahan kuota impor daging sapi bagi PT Indoguna Utama. Ia terbukti menerima Rp 1,3 miliar dari Indoguna untuk mempengaruhi pejabat Kementerian Pertanian, termasuk Menteri Pertanian Suswono dan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Iswantoro.
Untuk kasus pencucian uang, Fathanah dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 1 miliar subsider 1,5 tahun kurungan. Ia dinilai terbukti membelanjakan hartanya sebanyak Rp 38,709 dalam kurun waktu 2001-2013. Uang itu dibelikan rumah, mobil, perhiasan, dll., baik untuk dirinya maupun orang lain seperti Sefti Sanustika, Ayu Azhari, dan Vitalia Shesya. Ia juga terbukti menerima duit dari pihak lain sebanyak Rp 35,408 miliar.
NUR ALFIYAH
Berita terkait
Hilmi Mengenal Bunda Putri sebagai Non Saputri
Bunda Putri dan Hilmi Pernah Bahas Reshuffle
Bunda Putri Sering Bertamu ke Rumah Hilmi
Chairul Tanjung Disebut di Sidang Luthfi