TEMPO.CO, Yogyakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Kota Yogyakarta, mendesak Pemerintah Kota Yogyakarta segera merintis pembentukan Unit Pelaksana Teknis Rumah Susun, terkait akan disahkannya Peraturan Daerah Rumah Susun, November mendatang.
Anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, Anton Prabu Semendawai, mengatakan UPT itu perlu segera disiapkan, untuk mengatur pembangunan serta melindungi warga pengguna rumah susun. Pembentukan UPT itu, juga tertuang dalam naskah raperda rumah susun.
”Permintaan warga Yogyakarta yang ingin tinggal di rumah susun, ternyata cukup tinggi karena makin terbatasnya lahan. Tren ini, segera memicu pembangunan rumah susun, sehingga perlu diatur pengelolaannya oleh unit khusus,” kata Anton kepada Tempo usai Rapat Pandangan Umum Draft Raperda Rumah Susun dengan perwakilan masyarakat, Rabu, 16 Oktober 2013.
Unit Pelaksana Teknis, kata Anton, mendesak untuk dibentuk karena menjadi alat pengawas pemerintah kota atas kelayakan bangunan rumah susun baik komersial ataupun nonkomersial di Kota Yogyakarta.
Saat ini, di Kota Yogyakarta sudah ada tiga rumah susun, yakni di Juminahan, Cokrodirjan, dan Jogoyudan, yang dibangun pemerintah pusat di atas lahan milik pemerintah kota. “Karena tak ada lembaga khusus yang mengatur, sekarang keberadaan rusun itu belum jelas statusnya. Milik pemerintah pusat atau kota. Lalu tanggung jawab masing masing pemerintah seperti apa?” kata dia.
Selain itu, tanpa adanya UPT, timbul potensi konflik dengan penyewa. “Saat ini banyak antrean warga mengajukan izin tinggal di tiga rusun pemerintah itu, ini perlu diatur dengan aturan lebih kuat,” kata dia.
Penyewa, diberi dua kali kesempatan. Satu kesempatan tinggal berlaku enam bulan. “Tapi belum diatur detail soal golongan atau kelompok masyarakat mana yang boleh tinggal atau memanfaatkan,” kata dia.
Hal itu dibenarkan Aris Suharjanto, pengelola Rusun Cokrodirjan. Di rusun itu, ada 72 unit rumah tipe 21, yang kondisinya selalu penuh. “Tahun ini sudah ada 140 permohonan masuk, kami harus seleksi berdasarkan prioritas kebutuhan,” kata Aris.
Biaya sewanya, sebesar Rp 80 ribu per bulan, dengan patokan Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 44 Tahun 2009 tentang pengelolaan rumah susun. Mereka yang berhak menyewa adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan ber-KTP Kota Yogyakarta.
DPRD menyatakan, seandainya ada UPT, jika ada lagi proyek dari pusat, penyerahan pengelolaan dan tanggung jawabnya menjadi jelas. “Sekarang landasan pengelolaan itu melalui peraturan wali kota. Padahal ini persoalan krusial menyangkut kebutuhan dasar, yakni papan,” kata dia.
Adanya UPT itu, kata Anton, juga bisa menjadi magnet bagi investor swasta. Investor bisa menyuntikkan modal untuk membangun rusun di tanah milik Pemerintah Kota Yogyakarta dengan sistem saling untung.
PRIBADI WICAKSONO
Berita terpopuler
Demi Selingkuhan, Istri Bersiasat Bunuh Suami
VO2Max Tinggi, Evan Dimas Bagai Mobil Tangki Besar
Kenapa Jokowi Kurban di Lenteng Agung?
Ada Cacing Hati di Sapi Jokowi
Gempa Filipina, Waspada Tsunami di Indonesia Timur