TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) pernah menerima laporan terkait suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 2011-2012. "Ada tiga pengaduan yang masuk, yang secara jelas menyebut nama (Akil) hanya satu," kata Ketua KY Suparman Marzuki saat dihubungi, Ahad, 6 Oktober 2013.
Menurut Suparman, ketiga laporan itu berkaitan dengan kasus sengketa pilkada yang ditangani oleh MK. Dua dari tiga laporan tersebut disampaikan secara tertulis kepada lembaganya. Sedangkan satu laporan lainnya diterima melalui layanan pesan singkat atau SMS melalui ponselnya. "SMS-nya detail, menyebut peristiwa dan nomor perkaranya," ujar Suparman yang mengaku lupa siapa ketiga pelapor itu.
Lantaran KY tak berwenang mengawasi hakim konstitusi, Suparman pun menyerahkan pengaduan itu kepada MK. Menurut dia, laporan itu langsung diterima oleh Mahfud Md., Ketua MK saat itu. Kepada Suparman, Mahfud mengatakan akan mengambil langkah penyelidikan.
Namun hasil penyelidkan MK, kata Suparman, dugaan penyuapan tak dapat dibuktikan karena si pelapor tak menyerahkan bukti ataupun memberikan saksi. Sehingga akhirnya, aduan itu menguap.
KPK menangkap tangan Akil pada Rabu malam lalu. Akil diduga menerima suap dalam dua perkara sengketa pilkada yang ditangani lembaganya, yakni sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Lebak, Banten. Dalam kasus ini, KPK menyita duit Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura dan dolar Amerika, serta Rp 1 miliar dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu.
Selain Akil, KPK juga menetapkan politikus Golkar Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas Hamid Bintih, pengacara Susi Tur Andyani, Dany, pengusaha asal Samarinda Cornelis Nalau, dan Tubagus Chairi Wardana, sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam kasus penyuapan itu.
Dengan ditangkapnya Akil, kata Suparman, kecurigaan tentang penyuapan yang dilaporkan ke KY makin menguat. "Dengan peristiwa ini terkonfirmasi," ujarnya.
NUR ALFIYAH