TEMPO.CO, Poso - Mewujudkan perdamaian antara Muslim-Kristen di Poso tak semudah membalikkan telapak tangan. Lian Gogali, perempuan 35 tahun ini mendirikan Sekolah Perempuan Mosintuwu untuk merekatkan kembali hubungan Muslim-Kristen.
Kenapa mendirikan sekolah perempuan? Menurut Lian, kebanyakan lembaga yang berperan menjembatani perdamaian hanya sementara dan menempatkan perempuan hanya sebagai korban. Bukan agen perdamaian. "Mereka (perempuan) adalah penjaga kehidupan saat laki-laki sibuk membangun strategi perang," Lian menjelaskan.
Tantangan yang dihadapi Lian Gogali datang dan pergi. Wanita satu anak ini sempat kebingungan mempertemukan para ibu yang masih bernoda trauma. Sebagian menolak berada dalam satu ruangan bersama dengan mereka yang berbeda agama.
Lian pun membuat delapan “mata pelajaran” di Sekolah Perempuan itu. Semuanya dititikberatkan pada agama, toleransi, dan perdamaian. Pelajaran tak hanya dipraktekkan di kelas, tapi juga dengan berkunjung ke masjid dan ke gereja.
Dalam sebuah video terlihat bahwa seorang ibu bertanya kepada ustad tentang makanan dalam pesta pernikahan umat Kristen yang tak boleh dimakan umat Islam. Sang ustad menjelaskan, tak jadi masalah menyantap makanan pemberian kaum Nasrani sepanjang halal.
Ada lagi, seorang ibu berkerudung bertanya kepada pemimpin gereja soal konsep Trinitas atau Tuhan, yang seolah-olah tidak satu. “Kami ingin mengurai kesalahan penafsiran yang terjadi selama ini bahwa Islam seolah-olah mengajarkan membunuh, dan orang Kristen punya tiga Tuhan,” kata Lian.
Melalui sekolah itulah para ibu mulai menjadi agen pencegah konflik. Jika ada isu yang menjurus pada kerusuhan, mereka segera berkomunikasi melalui telepon. “Kalau sudah mulai orang berkumpul, saya sampaikan itu hanya isu,” kata Asni Yati Hamidi, 32 tahun, pemeluk Islam dari DesaTangkura, Poso Pesisir Selatan.
Bukan tanpa tantangan Lian mewujudkan impiannya melihat perdamaian. Dalam membangun Mosintuwu, Lian sempat dihadang banyak masalah. Misalnya, pernah didatangi para pria yang mengaku sebagai suami dari wanita yang aktif di Sekolah Perempuan. Mereka ada yang mengancam akan menceraikan istrinya.
Namun keuletannya membuat perempuan kelahiran 24 April 1978 ini menuai pujian dari banyak tokoh di Poso. Salah satunya, Abdul Kadir Abdjul, Wakil Ketua Himpunan Pemuda Alkhairaat Kabupaten Poso. “Dia istikamah dengan kegiatannya,” kata Abdul Kadir.
STEFANUS TEGUH EDI PRAMONO
Topik terhangat:
Suap SKK Migas | Penembakan Polisi | Pilkada Jatim | Rusuh Mesir | Konvensi Partai Demokrat
Berita terpopuler:
Lulung: Ahok Bukan Negarawan
Tes Keperawanan Siswa SMA di Prabumulih Diprotes
Rudi Rubiandini Diduga Bagian Jejaring Makelar
Pidato SBY Dinilai 'Menjerumuskan' IHSG
KPK Minta Rudi Blakblakan Soal Suap SKK Migas