TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Djoko Susilo mengaku menerima uang sebesar Rp 50 juta setiap bulannya dari PT Jasa Raharja. Uang itu adalah insentif yang dia terima sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Polri pada 2009-2010.
Pengakuan Djoko ini disampaikan saat menjalani persidangan sebagai terdakwa dalam kasus korupsi dan pencucian uang proyek alat uji surat izin mengemudi (SIM) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa, 13 Agustus 2013. Djoko menyampaikan hal tersebut karena berusaha membuktikan bahwa uang yang diterimanya tidak berasal dari kasus korupsi proyek yang berbiaya Rp 196 miliar itu. "Jasa Raharja ini dari level Kasatlantas, Polres, akan dapat intensif," kata dia.
Bekas Gubernur Akademi Polisi ini mengatakan terakhir menerima uang dari Jasa Raharja pada September 2010. Adapun total insentif yang diterima Joko selama bertugas di Korlantas mencapai Rp 1,05 milliar.
Dia berujar, uang dari Jasa Raharja tersebut dapat digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat penerima maupun operasional lembaga tempat penerima bertugas. Ia mengatakan penggunaan uang itu sudah dikomunikasikannya terlebih dahulu kepada Jasa Raharja. Hasilnya, "bisa digunakan untuk yang mendapatkannya, bisa untuk dukung operasional, bisa juga untuk pribadi. Jadi tidak semuanya masuk pribadi, yang untuk pribadi ada," kata Djoko.
Untuk menguatkan keterangannya, Djoko menyerahkan dokumen perjanjian kerjasama antara Direktur Lalu Lintas Polri dengan PT Jasa Raharja kepada majelis hakim. Namun, jaksa penuntut meragukan bukti itu. Sebab Djoko hanya melaporkan bahwa dana yang diterima dari Jasa Raharja sebesar Rp 10 juta sebulan.
Djoko sendiri beralasan sisa insentif yang diterimanya dari Jasa Raharja diserahkan ke Korlantas. Uang dari Jasa Raharja ini diklaim oleh Djoko sebagai penghasilan sampingan selain gajinya sebagai perwira polisi. Sampai berita ditulis, belum ada konfirmasi resmi kepada pihak Jasa Raharja.
GALVAN YUDISTIRA