TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan pemilihan seorang hakim konstitusi berdasarkan undang-undang harus dilaksanakan secara transparan. Ini berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
"Nah, apakah penunjukan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi transparan?" tanya Jimly ketika dihubungi Rabu, 31 Juli 2013. Dia mengatakan tidak transparan karena tak pernah mengikuti pemberitaan tentang pemilihan hakim konstitusi. Namun, kata dia, pertanyaan ini lebih tepat ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM serta Sekretaris Kabinet. Mereka dianggap lebih tahu mengenai pemilihan hakim konstitusi.
Jimly menuturkan transparan atau tidak bisa dilihat dari reaksi publik menanggapi rekrutmen Patrialis. Bila banyak yang protes artinya tidak transparan. Padahal, kata Jimly, membangun pemerintahan harus mendapatkan dukungan dari publik.
"Bagaimana mendapat dukungan publik bila tidak transparan," ucap Jimly. Ia menuturkan, selain transparan, Undang Undang Mahkamah Konstitusi Pasal 20 juga menegaskan bahwa pemilihan hakim konstitusi wajib diselenggarakan secara obyektif dan akuntabel.
Pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi menggantikan Ahmad Sodiki mendapatkan penolakan dari sejumlah pegiat HAM, seperti Indonesia Corruption Watch dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Patrialis dianggap sering mengobral remisi bagi para koruptor.
SUNDARI