TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menuturkan, idealnya calon hakim konstitusi telah keluar dari partai lima tahun sebelum diangkat. "Namun memang, menurut peraturan saat ini mundur semenit sebelum diangkat pun masih diperbolehkan," ujar Jimly ketika dihubungi, Rabu, 31 Juli 2013..
"Mundur semenit itu halalan tapi tak toyyiban, dari segi legalitas diperbolehkan tapi tak baik," Jimly menekankan.
Pernyataan Jimly itu menanggapi penunjukkan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi oleh presiden. Patrialis adalah bekas politikus Partai Amanat Nasional. Menurut Jimly, selain Patrialis hakim konstitusi yang berasal dari partai antara lain mantan Ketua Mahkamah, Mahfud Md. yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan Ketua Mahkamah yang sekarang, Akil Mochtar yang berasal dari Golkar.
Menurut Jimly, lima tahun adalah waktu yang ideal untuk mengubah sikap politikus menjadi seorang negarawan. Seorang hakim konstitusi lebih menekankan pada negarawan. Menurut dia, syarat waktu lima tahun ini sudah diterapkan di calon anggota Komisi Pemilihan Umum.
"KPU saja sudah, hakim konstitusi yang harus lebih kenegarawannya idealnya seperti itu," kata Jimly. Dia berharap jangka waktu lima tahun ini digunakan di pemilihan hakim konstitusi. Bekas ketua MK itu juga mempertanyakan transparansi Presiden dalam penunjukkan Patrialis.
Sebelumnya, sejumlah aktivis antikorupsi mengkritik langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengangkat Patrialis Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari unsur pemerintah, menggantikan Achmad Sokiki yang segera pensiun. Patrialis, bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dari Partai Amanat Nasional itu dianggap pernah obral remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor, dan memberi grasi terhadap Syaukani, bekas Bupati Kutai Kertanegara.
Menanggapi reaksi tersebut, Patrialis Akbar mengatakan dirinya layak menjadi hakim konstitusi. Dia telah menjadi anggota parlemen selama sepuluh tahun dan menangani ratusan kasus di Mahkamah Konstitusi sebagai kuasa hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Patrialis mengatakan dia sudah mundur dari Partai Amanat Nasional sejak Desember 2011. Saat ini, Patrialiis berpendidikan doktoral. Disertasinya mengenai hukum tata negara, dan juga mengajar bidang yang sama.
SUNDARI