TEMPO.CO, Yogyakarta - Koalisi Rakyat Pemantau Persidangan Militer (KRPM) memaparkan 18 catatan tentang kejanggalan selama persidangan 12 terdakwa anggota Kopassus dalam penyerangan dan pembunuhan empat tahanan di LP Cebongan. Pemantauan yang dilakukan adalah sejak agenda pembacaan dakwaan pada 20 Juni 2013 hingga agenda pembuktian.
“Catatan penting ini perlu diketahui publik. Soal sesuai tidaknya dengan prinsip hukum dan asas lembaga peradilan yang fair-trial dan prinsip transparansi,” kata koordinator KRPM, Sumiardi, dalam siaran persnya kepada Tempo, Senin 29 Juli 2013. Catatan itu meliputi substansi persidangan hingga suasana persidangan saat berlangsung.
Pertama, KRPM melihat ada missing link keterangan terdakwa, saat mereka berada di ring road utara dekat kampus Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY). Para terdakwa mengatakan, informasi tentang keberadaan Hendrik Angel Sahetapy alias Deki CS mereka ketahui dari orang yang mereka temui di tempat itu. “Tapi tak ada saksi dari orang-orang di ring road itu yang dihadirkan. Mestinya, hakim dan oditur menggali lebih jauh jawaban terdakwa,” kata Sumiardi.
Juga saat terdakwa eksekutor Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon menyatakan sedih, terpukul, dan emosi usai mendengar kabar meninggalnya Sersan Kepala Heru Santosa dan penganiayaan Sersan Satu Sriyono. Faktanya, terdakwa masih bisa menyetir mobil dari Lawu ke markas Grup Dua Kopassus. Bahkan, membuat janji bertemu dengan terdakwa lain. “Artinya, terdakwa masih mampu mengendalikan diri,” kata Sumiardi.
Catatan lain adalah oditur dan hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta tidak menggali secara mendalam penggunaan sebo (penutup kepala dan wajah) dan senjata AK 47 yang dibawa terdakwa. Padahal terdakwa mengatakan, mereka ke Yogyakarta untuk mencari Marcel. “Masak hanya mencari Marcel saja pakai sebo. Soal senjata yang dibawa itu juga mengesankan terdakwa akan melakukan tindakan,” kata Sumiardi.
Penyamaran terdakwa sebagai anggota Polda DIY dengan membawa kertas berlogo Polri, menurut KRPM juga bentuk pelanggaran hukum serta sumpah prajurit dan Sapta Marga. Catatan lain adalah soal kehadiran kelompok Paksi Katon yang menggantikan peran polisi dan pembakaran dupa yang mengganggu persidangan. “Semoga catatan itu menjadi pertimbangan oditur dalam menyusun berkas tuntutan dan bagi hakim untuk memberikan vonis,” kata Direktur Pusat Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Eko Riyadi.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik Terpanas:
Anggita Sari | Bisnis Yusuf Mansur | Kursi Panas Kapolri | Hormon Daging Impor | Bursa Capres 2014
Berita Terpopuler:
7 Pengacara Bermasalah versi ICW
Suap MA, KPK Bidik Pelaku Selain Mario dan Djodi
Rachell Dougall, Teman Ratu Narkoba Kerobokan?
Pengacara Mario: KPK Jangan Umbar Wacana
ICW: Pengadilan Tipikor Siaga Satu