TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Teguh Soedarsono menilai majelis hakim persidangan militer kasus pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Yogyakarta, seharusnya tak menghadirkan para saksi langsung di persidangan. Dia menilai seluruh saksi masih dalam trauma berat.
"Para saksi seperti Kusnan dan Ambarita adalah orang-orang yang menurut Tim Psikolog LPSK masih trauma dan labil. Apalagi mereka harus berhadapan dan memberikan keterangan di forum yang terasa mencekam seperti persidangan itu," kata Teguh melalui pesan pendek, Senin, 15 Juli 2013.
Teguh juga mengkritik gaya bertanya para hakim. Menurut dia, tak seharusnya hakim bertanya menggunakan kalimat-kalimat yang seolah menuding saksi telah diintervensi. Teguh yang menjabat penanggung jawab divisi pemenuhan hak saksi dan korban itu menilai sebaiknya persidangan dilakukan jarak jauh menggunakan fasilitas telekonferensi. "Atau setidaknya para saksi mengenakan sebo (penutup kepala), atau meminta para terdakwa keluar dari ruang sidang selama proses pemeriksaan para saksi," kata Teguh.
Teguh menjamin para saksi akan bicara apa adanya kalau permintaan-permintaan tersebut dikabulkan. "Agar maklum. Di sinilah derajat moralitas, wawasan, kemampuan majelis hakim ditakar dan dipertaruhkan," ujar dia.
Majelis hakim, oditurat militer, dan kuasa hukum diharapkan Teguh mampu memanfaatkan keterangan terdakwa maupun saksi untuk mengungkapkan pembunuhan sejak perencanaannya.
MUHAMAD RIZKI
Berita Terpopuler:
DPR Sarankan SBY Copot Denny Indrayana
Perempuan Misterius di Pusaran Kasus Hambalang
Gaji Orang Tua, Separuh Lulusan