TEMPO.CO, Surakarta - Sekelompok massa merusak puluhan rumah yang ada di lahan sengketa di Kampung Ketingan Baru, Jebres, Surakarta, Sabtu siang 22 Juni 2013. Sebagian rumah yang terbuat dari bambu itu roboh rata dengan tanah.
Puluhan orang tersebut mendatangi kampung yang terletak di timur kampus Universitas Sebelas Maret itu dengan mengendarai sepeda motor. Mereka membawa berbagai peralatan seperti palu serta linggis. "Saya mencoba menghalangi tapi malah kena pukul," kata Wahono, salah satu warga.
Warga yang kebetulan berada di rumah adalah wanita dan anak-anak. Mereka menjerit dan menangis histeris. Sedangkan sejumlah polisi yang berjaga di sekitar lokasi tersebut tidak menghalangi aksi dari sekelompok massa tersebut. Para perusak yang menggunakan tanda pita hijau itu segera meninggalkan lokasi setelah menjalankan aksinya.
Wahono mengakui, warga yang tinggal di kampung tersebut memang bukan pemilik sah lahan itu. "Kami membangun rumah yang dulunya berupa lahan kosong," katanya. Menurutnya, warga yang tinggal di daerah tersebut adalah warga miskin. Mereka beramai-ramai mendirikan rumah di lokasi tersebut pada awal reformasi.
Warga yang lain, Yuning mengatakan bahwa sebenarnya pemilik tanah pernah menawarkan relokasi kepada para penduduk. Sebagian besar dari 280 keluarga yang tinggal di kampung itu telah bersedia untuk pindah. Namun, sebagian lagi memilih tetap bertahan. "Sebab kami hanya diberi tanah tanpa bangunan," katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Surakarta Komisaris Rudi Hartono memilih tutup mulut saat dikonfirmasi di lokasi kejadian. Padahal, sejumlah polisi memang sudah berjaga di lokasi tersebut pada saat aksi perusakan terjadi.
Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo meminta semua pihak menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang membuat situasi tidak kondusif. "Persoalan lahan ini harus dibicarakan hingga menghasilkan kesepakatan yang bisa diterima oleh semua pihak," katanya.
Menurut dia, pemerintah sudah mencoba melakukan mediasi atas persoalan tersebut. Hasilnya, sebagian besar warga bersedia untuk pindah lantaran menyadari bahwa rumahnya dibangun di lahan milik orang lain. Pemilik lahan juga bersedia memberikan kompensasi kepada warga. Hanya saja, masih ada beberapa warga yang masih menolak. Bahkan, ada juga pendatang baru yang mencoba mendirikan rumah di lahan tersebut.
AHMAD RAFIQ