TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengadakan kerjasama dengan Singapura untuk menelusuri aset-aset koruptor di negara tersebut. Sejauh ini, Singapura memberikan respons positif atas rencana kerjasama tersebut.
"Tinggal diformalkan saja," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf di Kompleks Parlemen usai rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum, Rabu, 29 Mei 2013. Rencananya, setelah perjanjian kerjasama ini ditandatangani, PPATK Singapura akan memberikan keterangan mengenai aset hasil kejahatan di negara tersebut.
Menurut Yusuf, pengembalian aset koruptor di Singapura pasti bisa dilakukan oleh Indonesia. Kesulitan selama ini, katanya, hanya masalah persepsi aparat penegak hukum di Indonesia. Yusuf menjelaskan, setelah kerjasama ini, "Insya Allah bisa balik lagi," katanya.
Selama ini Singapura kerap menjadi tempat persembunyian aset koruptor di Indonesia. Indonesia dan Singapura sebenarnya sudah memiliki perjanjian ekstradisi yang ditandatangani pada 27 April 2007 di Bali. Hanya saja, perjanjian ini tidak pernah diratifikasi. Hal ini menyebabkan pengembalian aset koruptor di negara tersebut susah dilakukan. Salah satu yang mengganjal ratifikasi ini adalah permintaan zona latihan perang oleh Singapura.
WAYAN AGUS PURNOMO
Topik Terhangat:
Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah
Berita Terpopuler:
Jadi Tersangka, Farhat Abbas Dicoret sebagai Caleg
Jokowi Berpeluang Jadi Calon Presiden dari PDIP
Dokter: 'Burung' Muhyi Tak Bisa Disambung Lagi
Bertemu Ganjar, Bibit Teringat Pesan Mega
Cara KPK Sindir Darin Mumtazah