TEMPO.CO, Jayapura--Koordinator Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka, Lambert Pekikir, menuding pemerintah Indonesia sengaja membuka persoalan baru dengan memprotes berdirinya kantor OPM di Oxford, Inggris.
"Apa alasan mereka, saya kira ini lucu, kantor itu bukan baru, dulu pernah juga ada di beberapa Negara, kenapa baru sekarang melakukan protes," kata Lambert, Kamis 23 Mei 2013. Lambert Pekikir menguasai hutan Keerom dan sekitarnya. Ia memiliki ratusan anak buah dan bersenjata.
Menurut dia, memprotes Inggris karena mendukung OPM, tak akan berguna. "Karena itu Negara lain yang memberi kebebasan pada warganya, bukan seperti di Indonesia yang begitu mengekang. Kantor ini sebagai tempat kerja melobi dunia internasional serta usaha menggalang dukungan bagi kemerdekaan Papua," ujarnya.
Ia mengatakan, rencana pembukaan kantor sudah sejak beberapa tahun lalu. Ketika itu, tutur Lambert, ada pertemuan di Sidney Australia pada dua tahun lalu. Jacob Pray, pimpinan besar OPM mengundang perhatian dunia agar mendukung kantor di Inggris. "Langkah ini dilanjutkan dengan beberapa pertemuan internasional dan akhirnya didirikan di Oxford," ucapnya.
Soal Benny Wenda, yang disebut mempelopori pendirian kantor, Lambert mengatakan, Benny adalah bagian dari OPM. "Benny itu awalnya membawa nama DEMAK atau Dewan Masyarakat Koteka. Karena dinilai hanya mewakili satu suku dari Papua, akhirnya dibuat organisasi sendiri di Oxford," Lambert menambahkan.
Baca Juga:
Ia menegaskan masalah Papua harus diselesaikan lewat mekanisme internasional, "Kalau pemerintah Indonesia tidak setuju pendirian kantor, mari kita selesaikan ini di PBB."
Kantor OPM didirikan oleh Free West Papua Campaign. Kelompok terdiri dari belasan orang itu berbicara Hak Asasi Manusia, dan menghabiskan banyak waktu mengumandangkan kebebasan bagi Papua.
Perintis Perjuangan Papua di luar negeri adalah Nicholas Youwe dan Nick Messet, mantan menteri luar negeri Organisasi Papua Merdeka. Keduanya kini telah menjadi warga Negara Indonesia. "Tidak akan berhasil, itu hanya membuang waktu, saya empat puluh tahun berjuang, tapi kemudian saya sadar, itu tidak ada artinya,"kata Messet merespon pendirian kantor di Inggris.
Messet pernah mengikuti sebuah pertemuan di Oxford pada Agustus 2011. Ketika itu, ia menyadari bahwa gerakan Papua Merdeka tidak akan mulus. "Selama 40 tahun saya berjuang di Eropa, kami juga membuka kantor perwakilan OPM di banyak Negara, tapi dunia mengakui Papua adalah bagian dari Indonesia," katanya.
Kantor OPM saat itu dibuka di Senegal Afrika tahun 1975, kemudian di Swedia, 1992.
JERRY OMONA