TEMPO.CO, Yogyakarta - Banyaknya angkutan darat berpelat hitam yang memakai bahan bakar solar menyebabkan angkutan darat berpelat kuning makin kesulitan memperoleh solar. Apalagi angkutan darat berpelat hitam yang menggunakan solar lebih banyak. “Angkutan pelat kuning dan hitam saling berebut, kalau enggak komanan (tak kebagian solar),” kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Daerah Istimewa Yogyakarta, Johnny Sunu Pramantya, Selasa, 9 April 2013.
Kelangkaan solar ini juga dibicarakan dalam pertemuan Organda DIY di Hotel Ros In Yogyakarta, Selasa, 9 April 2013. Menurut Johnny, angkutan umum banyak yang memakai pelat hitam. Kebanyakan berupa taksi, travel, bahkan truk angkutan. Johnny meminta Pemerintah DIY untuk menertibkan kendaraan angkutan berpelat hitam. “Harus ada penerapan regulasi yang jelas,” katanya.
Dia berharap penertiban angkutan pelat hitam yang tak mendapat prioritas penerima subsidi dapat menekan distribusi solar. “Mestinya, yang ada izin (angkutan pelat kuning) yang mendapat kesempatan usaha. Yang liar ditertibkan,” kata Johnny.
Pemerintah DIY mengatasi kelangkaan solar dengan membatasi distribusi solar bagi kendaraan pribadi dan pelat hitam per 6 April lalu. Kendaraan pribadi maksimal Rp 50 ribu, bus besar dan truk besar maksimal Rp 300 ribu, dan bus kecil dan truk kecil maksimal Rp 200 ribu. Kendaraan pelat hitam diarahkan memakai Solardex yang tak disubsidi.
Sedangkan untuk angkutan umum pelat kuning dan kebutuhan non-angkutan umum tertentu masih disubsidi. Jumlah angkutan umum pelat kuning di DIY 2.963 unit. “Pembatasan itu sudah melindungi angkutan umum yang sudah berizin (pelat kuning),” kata Kepala Dinas Perhubungan DIY Tjipto Haribowo.
Sejak Maret lalu, Pertamina mengurangi kuota solar bersubsidi untuk Jateng dan DIY hingga 4 persen. Kuota dikurangi dari 1,9 juta kiloliter pada 2012 menjadi 1,8 juta kiloliter pada 2013. Akibatnya, pendistribusian ke SPBU diperketat untuk menjaga ketersedian solar hingga akhir tahun.
Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta Widijantoro melihat gejala pengurangan kuota solar bersubsidi mengarah kepada keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. "Pengguna mulai dipaksa memakai BBM nonsubsidi," kata dia.
Tapi, bagi pengusaha transportasi tak masalah jika harga solar dinaikkan. "Naikkan saja harganya, asal kami dapat solar," kata Johnny. Tapi, ujarnya, karena bus merupakan transportasi publik, dia berharap kenaikan harga solar tak sama dengan harga solar nonsubsidi. Harga solar bersubsidi Rp 4.500 per liter, harga solar nonsubsidi Rp 10.600 per liter. Dia meminta pemerintah menaikkan harga secara bertahap.
PITO AGUSTIN RUDIANA | ANANG ZAKARIA
Topik terhangat:
Partai Demokrat | Agus Martowardojo | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo | Nasib Anas
Berita lainnya:
3 Fakta Kapolda DIY Kontak Pangdam Sebelum Insiden
SBY: SMS Saya ke Anas Tidak Dibalas
Kisah Penjaga Mayat yang Memandikan Nurdin M Top
SBY Sudah Menduga Penyerang Cebongan Kopassus
SBY: Kami Menyayangi Anas Urbaningrum
Agustus, SBY Bakal Ganti Kapolri dan Panglima TNI