TEMPO.CO, Jakarta - Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Suprapto, mengatakan ada pergeseran peran dan fungsi dari penasihat atau guru spiritual yang beredar di masyarakat saat ini. Banyak di antara mereka lebih berorientasi untuk kepentingan pribadi.
"Dari yang semula tujuannya membantu orang dan pengabdian, sekarang bergeser ke arah ekonomi, yaitu mencari keuntungan," kata dia kepada Tempo, Kamis, 28 Maret 2013.
Menurut Suprapto, sejatinya yang disebut guru spiritual adalah seseorang yang membantu orang lain untuk lebih memahami masalah kebatinan yang terkait dengan agama/kepercayaan atau berhubungan dengan Sang Pencipta. Tujuannya tentu saja ke arah yang lebih baik atau positif.
Tapi belakangan, profesi yang satu ini menjadi komoditas. Banyak orang "mendadak" menjadi guru spiritual dan melakukannya dengan pamrih. Mereka menjadikan pengikutnya sebagai lahan untuk mengeruk keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
"Sebenarnya sama seperti ke psikolog, datang ke mereka juga tentu bayar. Tapi seharusnya bayarannya sewajarnya saja," kata dia.
Dia menambahkan, "Ketika kliennya sudah resmi menjadi pengikutnya, mereka kemudian minta imbalan tinggi," kata pengajar mata kuliah Sosiologi Kriminalitas ini.
Beberapa hari ini masyarakat dihebohkan oleh "serangan" Adi terhadap seseorang yang disebut-sebut sebagai guru spiritual bernama Eyang Subur, melalui pemberitaan di media. Bekas penyanyi cilik yang pernah menjadi pengikut Eyang Subur ini mengaku ditipu sang guru. Selain menuding Subur mengajarkan aliran sesat, Adi ditipu dan mengalami kerugian ekonomi yang tak sedikit jumlahnya.
MUNAWWAROH
Topik Terhangat: Serangan Penjara Sleman || Adi Vs Eyang Subur || Harta Djoko Susilo ||Agus Martowardojo
Berita terkait:
Profil Eyang Subur: Penjahit Jadi Kolektor Kristal
FPI Persoalkan Sembilan Istri Eyang Subur
Pengacara Eyang Subur Tantang Adi ke Polisi