TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebanyak 20 pedagang suvenir piala di Jalan Mas Suharto, Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan mengadukan ketidakjelasan status tanah yang mereka tempati kepada Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta, Senin, 11 Februari 2013.
Kuasa Hukum pedagang suvenir piala, Triyandi Mulkan, mendesak Badan Pertanahan Nasional untuk segera menyelesaikan sengketa yang melibatkan sembilan orang penghuni kios itu. Sembilan orang itu turut hadir dalam audiensi di DPRD Kota Yogyakarta. “BPN tidak tegas sehingga persoalan ini berlarut-larut. Padahal, mereka memiliki data tentang pembebasan tanah,” kata dia, seusai audiensi dengan Komisi A DPRD Kota Yogyakarta.
Baca Juga:
Menurut dia, BPN semestinya memperbaiki sertifikat karena status tanah hingga saat ini belum jelas. Hal itu mengacu pada Peraturan Kepala BPN No 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. “Kami pertanyakan keabsahan sertifikat milik Thomas Ken Darmastono. Semestinya BPN melakukan pengecekan di lapangan melalui timnya,” kata dia.
Luas tanah di kawasan Jalan Mas Suharto sebesar 1.860 meter persegi. Sementara itu, total tanah yang telah dibebaskan seluas 316 meter persegi. Triyandi juga menyayangkan penetapan status tersangka terhadap sembilan orang kliennya oleh Kepolisian Resor Kota Yogyakarta pada 29 Januari 2013. Kesembilan kliennya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana menempati bangunan tanpa hak dan penyerobotan tanah. Polisi mengacu pada pasal 167 KUHP.
Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi mendapat laporan dari Thomas Ken Darmastono yang merupakan pihak yang mengaku memiliki sertifikat. Polisi telah memeriksa sembilan warga sejak 13 Desember 2012. Sembilan warga yang ditetapkan sebagai tersangka adalah warga Gemblakan Bawah, Kelurahan Suryatmajan. Mereka adalah Supardi, Bibit Supardi, Hari Purnomo, Rebeka Mintarti Widada, Dahlan, Isnawan, Agung Cahyono, Sugiyanto, dan Budiyanto. “Polisi terlalu gegabah menetapkan sembilan kliennya sebagai tersangka tanpa memperhatikan dokumen pembebasan tanah yang dimiliki BPN,” kata Triyandi.
Sementara itu, Kepala Subseksi Pengukuran BPN Kota Yogyakarta Etika Yulihartati saat audiensi mengatakan pembebasan tanah dilakukan pada 1957. Saat itu tanah akan digunakan untuk kepentingan pelebaran jalan. Sedangkan sertifikat yang digunakan Thomas Ken Darmastono diterbitkan pada 1989. “Kami akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyelesaikan persoalan ini,” kata dia.
Anggota staf Tata Pemerintahan Kota Yogyakarta, Suwarno, mengatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mencari informasi pembebasan tanah. “Kami akan telusuri sejarah dan dokumen untuk memastikan kebenaran data itu,” katanya.
Ketua Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, Chang Wendryanto, mengatakan BPN harus segera memastikan status tanah sebagai tanah negara atau tanah perorangan. “Kasus ini harus segera diselesaikan sebelum dilimpahkan ke kejaksaan oleh polisi. Komisi A berencana mengundang polisi untuk menjelaskan penetapan tersangka. Padahal, status tanah saja belum jelas,” katanya.
SHINTA MAHARANI