TEMPO.CO, Yogyakarta- Sengketa tanah Keraton Yogyakarta di kawasan Suryowijayan membuat lima kepala keluarga kehilangan rumah berlanjut. Kuasa hukum warga Amin Zakaria mengatakan, telah mengumpulkan berkas dari para warga untuk melanjutkan kasus ini ke ranah nasional. “Senin depan kami akan laporkan kasus ini ke tiga lembaga di tingkat pusat,” ujarnya kepada Tempo, Rabu 30 Januari 2013.
Tiga lembaga itu adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Yudisial, dan Kepolisian Republik Indonesia. Pelaporan kepada tiga lembaga pusat itu sebagai langkah cadangan jika mediasi dengan Panitikismo Keraton Yogyakarta pekan ini tanpa hasil. Dia menilai, dengan dibawanya kasus ini ke tingkat pusat akan semakin besar peluang para warga mendapatkan haknya kembali atas tanah magersari 124 meter persegi yang tergusur itu. “Kami masih belum bisa menerima alasan penggusuruan itu. Penggusuran itu cacat dari berbagai sisi."
Amin menyebut, salah satu cacat dalam prosedur penggusuran yang mengakibatkan kerugian lima warga sekitar Rp 400 juta itu adalah keberadaan panitikismo sebagai pemegang hak status tanah magersari. Panitikismo selaku perwakilan Keraton Yogyakarta, kata dia, telah diakui sebagai pelindung dan perwakilan tanah adat. Seharusnya, kata dia, panitikismo bersikap bijaksana. “Kenyataannya panitikismo justru memihak personal, bukan warga kecil dan lemah,” kata dia.
Dia menyatakan heran dengan keputusan panitikismo yang tak mengeluarkan surat kekancingan bagi warga yang telah tinggal sejak 1980 itu dengan alasan lokasinya membentur garis sempadan jalan. “Seharusnya ada keputusan legal formal dari Badan Pertanahan dan pemerintah apakah itu melanggar garis sempadan jalan. Ini tidak ada,” ujarnya.
Selain itu, mereka akan mempersoalkan penggusuruan Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sebab, penggusuran dilakukn bukan pada waktu jam kerja, yakni sebelum pukul 08.00. “Yang diajak pengadilan bukan petugas pengadilan, melainkan warga sipil. Ini jelas pelanggaran prosedur,” katanya.
Hingga hari keempat, kelima warga korban penggusuran itu Edy Soekarno, Martodiharjo, Parjono, Heru Marjono dan Prayitno masih bertahan di DPRD DIY. Seorang warga magersari, Prayitno menyatakan akan tetap berjuang menempati lahan yang bangunannya kini digusur. Prayitno yang punya panggilan akrab Mbah Darmo itu mengatakan, pemenang gugatan Cahyo Antono pernah menyampaikan tawaran ganti rugi. Tapi, warga magersari menolak. “Kami tak mau uang. Daripada uang, mending ada lokasi pengganti,” katanya.
Kuasa hukum Keraton Yogyakarta Achiel Suyanto mempersilakan lima warga magersari tersebut mengambil langkah hukum dengan mengadu ke Komnas HAM, Polri, dan KY. Namun Achiel mengingatkan agar langkah hukum yang diambil tidak asal-asalan. “Kalau tidak tahu pranatan keraton dan mekanisme, bisa dikenai asas pencemaran nama baik. Laporannya itu bisa fitnah dan berbahaya,” kata Achiel.
PRIBADI WICAKSONO | PITO AGUSTIN RUDIANA