TEMPO.CO, Yogyakarta- Indonesianis asal Amerika Serikat, William Liddle meluncurkan karya terbarunya berjudul Memperbaiki Mutu Demokrasi di Indonesia: Sebuah Perdebatan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM pada Senin, 28 Januari 2013. Karya terbaru guru besar ilmu politik dari Ohio State University, Amerika Serikat, ini memuat analisis mutakhirnya mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia.
Buku terbitan Yayasan Paramadina pada akhir 2012 itu merupakan hasil rangkuman perdebatan William Liddle dengan sejumlah pakar politik dalam negeri mengenai nasib demokrasi di Indonesia. Sebagian isinya ialah materi makalah indonesianis yang meneliti politik Indonesia sejak 1962 tersebut di Nurcholish Madjid Memorial Lecture 2011 yakni “Marx atau Machiavelli? Memperbaiki Mutu Demokrasi di Indonesia dan Amerika”.
Liddle memuat pula tanggapan pakar politik seperti Faisal Basri, Ari Dwipayana, Usman Hamid, A. E. Priyono, Airlangga Pribadi, Goenawan Mohamad, Sri Budi Eko Wardhani, dan Burhanuddin Muhtadi terhadap makalah itu.
Pakar politik yang merintis pemakaian metode survei untuk menganalisis kontestasi politik di Indonesia itu mengeluarkan analisis yang mengedepankan perspektif mengenai pentingnya peran agen pemimpin dalam transisi demokrasi Indonesia.
Analisi ini mendapat tanggapan beragam dari pakar politik di atas. Liddle lalu menyarikan perdebatan itu sekaligus mengomentari tanggapan pakar politik yang mayoritas menyanggah pendapatnya yang terinspirasi pemikiran filsuf kekuasaan asal Italia, Niccolo Machavelli.
Liddle mengatakan bukunya ini memuat pandangan optimistisnya terhadap transisi demokrasi di Indonesia. Kata dia, indikasi positif itu tandanya ada pada sistem kepartaian yang tak menunjukkan polarisasi ideologi tajam sebab semua partai mengusung platform majemuk. Demokrasi akan semakin terbangun dari pemenuhan aspirasi umum masyarakat seperti layanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. “Partai besar seperti Golkar, Demokrat dan PDIP isinya majemuk, partai berbasis Islam juga tak mengikuti langkah faksi politik kanan di beberapa negara Timur Tengah,” ujar dia.
Peneliti politik Indonesia ini menyatakan menerima kritikan tajam dari sejumlah intelektual dalam negeri karena memakai perspektif Machiavelli pada analisisnya ini. Ia mengomentari balik kritikusnya di buku ini. Goenawan Mohamad, misalnya, dinilai oleh dia terlalu melihat demokrasi sebagai perjuangan aspirasi yang menggelora sehingga mudah menganggap apatisme yang meluas di Indonesia belakangan membuat transisi demokrasi makin absurd. “Yang lain mengkritik saya karena memakai Machiavelli yang mengabaikan peran struktur atau menganggap teori kekuasaan ini tak mengedepankan moral seperti Marx,” kata dia.
Liddle berpendapat teori Machiavelli mengedepankan analisis mengenai politik untuk menang. Teori ini mengusung konsep fortuna (keberuntungan) dan virtu (ketrampilan) yang menyimpulkan kemunculan kepemimpinan yang baik dipengaruhi oleh kualitas agen sekaligus situasi struktur. Liddle menyimpulkan nasib demokrasi Indonesia bergantung pada kemunculan figur kepemimpinan berkualitas yang hadir di situasi tepat.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM