TEMPO.CO, Bandung - Buah pikiran Presiden Soekarno tentang perempuan Indonesia yang dituangkan dalam buku berjudul Sarinah kini diterbitkan kembali. Inisiatif penerbitan ulang ini digagas penerbit Syabas Books, Bandung. Buku itu secara resmi diluncurkan pada Rabu, 23 Januari 2013, di Gedung Serba Guna Universitas Padjadjaran, Bandung.
Peluncuran buku ini ditandai diskusi dengan pembicara: anggota DPR yang juga calon Gubernur Jawa Barat Rieke Diah Pitaloka, Ruth Indiah Rahayu dari Lingkar Tutur Perempuan, serta Siti Musdah Mulia dari Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Jakarta.
Direktur Syabas Books Hikmat Gumelar mengatakan, tema pemikiran Soekarno tentang gerakan perempuan masih relevan dan penting di zaman sekarang. Penerbitan kembali buku ini juga penting karena buku ini sempat dilarang di era rezim Orde Baru.
"Gagasan utama dari buku Sarinah adalah gerakan perempuan yang tidak berorientasi pada hak kesamaan seperti laki-laki, tapi bersama-sama mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera," kata Hikmat.
Dalam diskusi, Ruth Indiah membedah dua pemikiran Soekarno pada buku Sarinah yang relevan dengan perempuan abad 21. "Ada soal keluarga patriarki yang tidak menindas perempuan, serta evolusi menuju gerakan sosialis untuk solusi masalah kapitalisme yang menyiksa perempuan sebagai ibu dan tenaga kerja," katanya.
Adapun Siti Musdah Mulia menyoroti peran dan posisi perempuan dalam Islam yang sering ditafsirkan saling berhadapan. "Musuh perempuan sesungguhnya adalah penafsiran agama yang bias gender dan tidak ramah perempuan, bukan agama itu sendiri," katanya. Letak masalahnya dalam realitas sosial, penafsiran agama tersebut sering diperlakukan sebagai sesuatu yang sakral, bahkan lebih sakral dari kitab suci.
ANWAR SISWADI